Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti pada Desember 2023 (month to month atau MoM) saat perayaan Natal dan kemungkinan sampai Tahun Baru Januari 2024, inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,07 persen (antaranews.com, 2/2/2024).
Sementara pada Desember 2022, angka inflasi untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih tetap tertinggi, yaitu mencapai 1,57 persen.
Pada Desember 2021, sebesar 1,61 persen dan pada Desember 2020 sebesar 1,49 persen.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang inflasinya tertinggi setiap hari-hari raya khususnya pada Desember antara lain cabai merah, bawang merah, tomat, beras, telur ayam ras, dan cabai rawit.
Dalam komponen penghitungan inflasi kelompok komoditas tersebut disebut sebagai kelompok volatile foods atau makanan yang harganya cenderung sering bergejolak yang mayoritas adalah komoditas pertanian.
Ada beberapa sebab mengapa kelompok komoditas makanan, minuman, dan tembakau selalu inflasinya tertinggi saat Desember pada saat Natal dan Tahun Baru.
Pertama, konsumsi komoditas-komoditas tersebut pada saat hari-hari raya melonjak drastis. Sementara itu di sisi lain stok atau persediaan atau penawarannya tak bisa segera mengimbangi kenaikan permintaannya.
Maklum sebagian besar komoditas tersebut adalah komoditas pertanian yang tidak bisa dipaksa peningkatan produksinya dalam waktu singkat.
Dalam hukum ekonomi, jika permintaan meningkat, tetapi penawarannya tetap, maka harga akan naik atau terjadi inflasi di kelompok makanan, minuman, dan tembakau ini.
Kedua, adanya spekulasi yang dilakukan oleh para spekulan di komoditas ini. Spekulasi itu dilakukan dengan cara mempermainkan distribusinya.
Artinya para spekulan sengaja menahan komoditas itu sehingga mengurangi stok atau penawaran di pasar.
Hal tersebut menyebabkan permintaan lebih besar dari penawaran sehingga harga naik atau terjadi inflasi di kelompok komoditas makanan, minuman, daan tembakau.
Ketika harga sudah naik, maka para spekulan itu akan menjual komoditas yang ditahannya.
Ketiga, pemerintah kurang siap mengantisipasi secara cepat lonjakan permintaan komoditas yang termasuk dalam kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Operasi pasar yang dilakukan pemerintah lewat Bulog biasanya dilakukan setelah terjadi kenaikan harga, bukan sebelum kenaikan harga. Padahal sifat harga adalah cepat naik, tetapi lambat turun.
Keempat, khusus dalam kasus beras tampaknya terbaca bahwa Bulog tak punya cukup dana untuk melakukan operasi pasar sehingga harga beras operasi pasar naik dari waktu ke waktu.
Lalu bagaimana solusinya agar inflasi di kelompok makanan, minuman, dan tembakau tidak selalu tertinggi setiap hari-hari raya, khususnya Natal dan Tahun Baru?
Pertama, penindakan spekulan di komoditas-komoditas tersebut oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Dalam tim tersebut ada unsur aparat keamanan yang punya kewenangan menindak para spekulan.
Kedua, operasi pasar yang dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga komoditas-komoditas makanan, minuman, dan tembakau hendaknya dilakukan secara berkelanjutan mendekati hari-hari raya jauh sebelum terjadinya kenaikan harganya.
Tidak seperti sekarang, operasi pasar dilakukan setelah terjadinya kenaikan harga komoditas-komoditas tersebut.
Ketiga, program untuk meningkatkan produksi dalam negeri seperti pertanian perkotaan (urban farming) dengan memanfaatkan tanah-tanah kosong di perkotaan dan dengan teknik yang menghemat lahan seperti sistem hidroponik perlu lebih digiatkan lagi.
https://money.kompas.com/read/2024/01/03/084140326/inflasi-tinggi-hari-raya