Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cara Baru Penghitungan Pemotongan PPh 21 untuk Pegawai Tetap

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap mekanisme penghitungan tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atau PPh 21.

Mulai 1 Januari 2024, pemerintah menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) untuk menghitung PPh 21.

Penyesuaian itu diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023. Lewat aturan ini, pemerintah berupaya untuk mempermudah perhitungan pemotongan PPh bagi wajib pajak (WP).

"Penerapan TER memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi Wajib Pajak untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap masa pajak," tulis Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, lewat akun Instagram resminya, dikutip Senin (8/1/2024).

Melalui PP Nomor 58 Tahun 2023, pemerintah membagi TER menjadi 2 jenis, yakni TER bulanan dan TER harian. TER bulanan diberikan kepada WP yang mendapat penghasilan bulanan dan berstatus pegawai tetap.

Adapun TER harian dikenakan untuk WP dengan penghasilan harian, mingguan, satuan, atau borongan bersatatus pegawai tidak tetap.

TER digunakan untuk menghitung besaran PPh pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir atau periode 11 bulan pertama. Sementara untuk menghitung PPh pada masa pajak terakhir atau 1 bulan terakhir menggunakan ketentuan lama yang tertuang dalam tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Adapun besaran TER bulanan dibagi menjadi tiga kategori, yakni A, B, dan C. Kategori tersebut didasarkan pada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan WP.

Besaran tarif yang dikenakan setiap kategori adalah nol persen hingga 34 persen, tergantung besaran penghasilan yang diterima setiap bulan.

Sementara itu, untuk menghitung besaran PPh pada masa pajak terakhir dengan menggunakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah sebagai berikut. 

  • Penghasilan Rp 0 sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenakan tarif pajak 5 persen
  • Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif pajak 15 persen
  • Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenakan tarif pajak 25 persen
  • Penghasilan di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 30 persen
  • Penghasilan di atas 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 35 persen.

Contoh penghitungan. 

Tuan R merupakan pegawai tetap perusahaan PT ABD dan memperoleh gaji sebulan Rp 10 juta serta membayar iuran pensiun sebesar Rp 100,000 per bulan. Tuan R menikah dan tidak memiliki tanggungan.

Dengan demikian, Tuan R tergolong ke dalam TER A lapisan 9 (penghasilan di atas Rp 9,65 juta sampai Rp 10,05 juta) sehingga TER bulanan yang dikenakan sebesar 2 persen.

Cara penghitungan lama. 

  • Gaji = Rp 10 juta
  • Biaya jabatan = 5 persen x Rp 10 juta = Rp 500.000
  • Iuran pensiun = Rp 100.000
  • Penghasilan neto = gaji - biaya jabatan - iuran pensiun = Rp 9,4 juta.
  • Penghasilan neto setahun = Rp 9,4 juta x 12 = Rp 112,8 juta
  • PTKP setahun = Rp 58,5 juta
  • Penghasilan kena pajak (PKP) = penghasilan neto setahun - PTKP setahun = Rp 54,3 juta.
  • PPh 21 terutang = Rp 54,3 juta x 5 persen = Rp 2,715 juta
  • PPh 21 per bulan (Januari sampai Desember) = Rp 226.250

Dengan penghitungan lama, Tuan R dikenakan PPh 21 sebesar Rp 2,715 juta per tahun atau sebesar Rp 226.250 per bulan.

Dengan demikian, total PPh 21 setahun yang dikenakan terhadap Tuan R sebesar Rp 2,715 juta.

https://money.kompas.com/read/2024/01/08/061600126/cara-baru-penghitungan-pemotongan-pph-21-untuk-pegawai-tetap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke