Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Stafsus Sri Mulyani: Utang Negara Konsekuensi Belanja Ekspansif

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah untuk menarik utang kerap menjadi sorotan dari berbagai pihak. Pasalnya, posisi utang pemerintah terus meningkat dari waktu ke waktu.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pembiayaan atau utang merupakan bagian dari kebijakan anggaran pendapatan dan belanja negara. Menurutnya, penarikan utang merupakan konsekuensi yang harus diterima suatu negara yang melakukan belanja ekspansif.

Penarikan utang dilakukan negara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Lebih tingginya belanja dari pendapatan menjadi pemicu defisit tersebut.

"Sebagai konsekuensi kita ekspansif, maka kita mesti menambah pembiayaan dari utang," ujar dia, dalam diskusi bertajuk Prospek Ekonomi Indonesia 2024, Rabu (10/1/2024).

"Jadi ini bukan soal utang boleh tidak boleh, tapi ini soal pilihan kebijakan," sambungnya.

Alih-alih mempermasalahkan langkah penarikan utang, yang perlu menjadi perhatian ialah bagaimana cara mengelolanya. Pengelolaan utang menjadi penting agar langkah pembiayaan yang dilakukan tidak membebani ruang belanja pemerintah.

"Kalau kita lihat hampir semua (negara) utang. Jadi persoalannya bukan di sana," katanya.

Yustinus mengakui, outstanding utang pemerintah terus mengalami kenaikan. Apalagi pada periode pandemi Covid-19 pemerintah perlu menutupi defisit anggaran yang terjadi, imbas dari pendapatan yang menurun disertai lonjakan belanja negara, khususnya terkait perlindungan masyarakat.

Akan tetapi, pemerintah diklaim masih dapat mengelola laju utang tersebut dengan baik. Hal ini terefleksikan dari rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) yang kian menyusut.


"Sempat menyentuh level 41 persen sekarang ada di 38 persen," ujar Yustinus.

Terjaganya pengelolaan utang pemerintah juga terefleksikan dari data realisasi pembiayaan utang pada 2023. Tercatat pemerintah hanya merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp 407 triliun sepanjang tahun lalu, setara dengan 58,4 persen dari target awal pemerintah dan setara 96,6 persen dari target akhir pemerintah.

"Artinya memang ada efisiensi di sana," ucap Yustinus.

Sebagai informasi, berdasarkan data dokumen APBN KiTa edisi Desember 2023, posisi utang pemerintah mencapai Rp 8.041,01 triliun sampai dengan 30 November 2023. Nilai itu meningkat sekitar Rp 90,49 triliun dari posisi bulan sebelumnya sebesar Rp 7.950,52 triliun.

Dengan perkembangan tersebut, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) RI turut terkerek. Tercatat rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,11 persen, naik dari bulan sebelumnya sebesar 37,68 persen.

Meskipun meningkat, realisasi rasio utang terhadap PDB juga masih di bawah dari batas rasio utang dan target strategi pengelollaan utang jangka menengah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 batas rasio utang sebesar 60 persen, sementara mengacu Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023 hingga 2026 targetnya adalah 40 persen.

https://money.kompas.com/read/2024/01/10/202500326/stafsus-sri-mulyani--utang-negara-konsekuensi-belanja-ekspansif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke