Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Benarkah Memperbanyak Pesawat Dapat Menurunkan Harga Tiket?

Dengan operasi pasar, maka jumlah barang beredar di masyarakat akan meningkat dan diharapkan produsen akan menurunkan harga barangnya.

Sistem operasi pasar apakah akan efektif jika diberlakukan pada bisnis penerbangan?

Pemerintah saat ini selalu menyatakan bahwa harga tiket pesawat sangat mahal dan bisa memengaruhi meningkatnya inflasi nasional.

Penyebab harga tiket pesawat mahal, menurut pemerintah karena berkurangnya jumlah pesawat sehingga mengurangi penawaran (supply).

Dalam ilmu ekonomi, penawaran yang turun pada saat permintaan (demand) tetap atau naik, akan mengakibatkan harga naik.

Untuk itu, pemerintah berencana menambah jumlah pesawat atau menambah jumlah maskapai yang beroperasi di Indonesia sehingga jumlah kursi pesawat yang ditawarkan bertambah dan diharapkan harga tiket bisa turun.

Turun sesaat

Menurut hemat saya, rencana itu kurang tepat jika diterapkan di industri penerbangan saat ini.

Jumlah pesawat yang berkurang bukan karena maskapai sengaja mengurangi supply agar harga naik, namun karena maskapai kekurangan biaya untuk mengoperasikan pesawatnya dan kesulitan menyelesaikan perbaikan dan perawatan pesawatnya di bengkel (MRO).

Melihat sedikit ke belakang, berkurangnya jumlah pesawat juga karena banyak maskapai yang bangkrut. Kebangkrutan maskapai karena pendapatan yang diterima tidak dapat mencukupi biaya operasional sehingga terus menerus rugi.

Jadi berkurangnya jumlah pesawat bukan penyebab harga tiket yang tinggi. Berkurangnya jumlah pesawat akibat berkurangnya pendapatan maskapai untuk menyediakan dan menambah jumlah pesawat.

Pendapatan utama maskapai berasal dari penjualan tiket. Dapat dikatakan harga tiket yang saat ini yang mengakibatkan jumlah pesawat berkurang.

Jika penambahan pesawat diterapkan, maka hanya akan efektif dalam waktu singkat saja. Harga tiket akan turun, namun hanya beberapa waktu.

Setelah itu maskapai akan kesulitan biaya dan bangkrut. Jika maskapai itu milik pemerintah, maka untuk melanggengkan program ini, pemerintah harus terus menerus menyuntikkan modal usaha untuk maskapai. Padahal modal usaha pemerintah pasti berasal dari rakyat juga.

Di sisi lain, program ini akan membuat maskapai kuat saja yang akan bertahan, sementara sisanya bangkrut. Jika demikian, maka akan terjadi monopoli.

Prinsip monopoli pun terjadi, yaitu maskapai bisa seenaknya menjual harga tiket dan sesukanya memberikan layanan karena masyarakat tidak punya pilihan lain. Dengan demikian, masyarakat juga yang akan dirugikan.

Melemahnya nilai tukar rupiah

Harga tiket pesawat yang ditawarkan maskapai Indonesia saat ini adalah akumulasi dari biaya-biaya yang dikeluarkan.

Biaya paling besar tentu saja bahan bakar yang bisa mencapai 40 persenan tergantung jenis pesawatnya. Setelah itu, biaya perawatan dan perbaikan termasuk pembelian sparepart, serta biaya sewa pesawat.

Selain itu ada beberapa bisnis proses yang memberatkan dan membebani biaya bagi maskapai, yaitu proses impor sparepart pesawat yang butuh waktu lama dengan proses berbelit karena adanya kebijakan larangan dan pembatasan dari pemerintah.

Semua biaya-biaya tersebut dari tahun-ke tahun terus merangkak naik. Salah satu faktor penyebabnya, yakni biaya-biaya tersebut menggunakan perhitungan mata uang dollar AS. Sementara pendapatan maskapai dari tiket menggunakan mata uang rupiah.

Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS dari tahun ke tahun terus melemah, sehingga biaya-biaya yang ditanggung maskapai semakin besar dibandingkan pendapatannya.

Harga tiket pesawat sebenarnya diatur oleh pemerintah, yaitu Kementerian Perhubungan, melalui pengaturan tarif penerbangan.

Pemerintah mengatur tarif batas atas (tarif paling mahal) dan tarif batas bawah (tarif paling murah) yang boleh dijual maskapai. Maskapai boleh menjual tiket di TBA, TBB atau di tengah-tengah.

Pemerintah akan memberikan sanksi kalau maskapai melanggar aturan ini, misalnya, menjual tiket terlalu mahal (di atas TBA) atau terlalu murah (di bawah TBB).

Tarif ini merupakan komponen terbesar dari harga tiket. Komponen lain, yaitu biaya layanan di bandara (passenger service tax/ PSC), iuran wajib dan asuransi.

Tarif penerbangan yang berlaku saat ini ditetapkan oleh pemerintah pada 2019 dan belum ada perubahan. Padahal komponen-komponen biaya pembentuk besaran tarif seperti harga bahan bakar dan lain-lain terus merangkak naik dari tahun 2019 sampai saat ini.

Selain itu, nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS dari tahun 2019 sampai 2024 terus melemah.

Jadi saat ini maskapai menjual tiket di batas atas agar dapat menutupi biaya yang dikeluarkan, tidak rugi dan dapat melangsungkan usahanya.

Harga tiket di luar negeri

Harga tiket pesawat di luar negeri bervariasi, bisa sangat murah karena penumpang sedang sepi sehingga maskapai menjual harga promo.

Namun, bisa juga sangat mahal saat penumpang sedang ramai karena musim liburan atau hari Jumat-Minggu karena penumpang membutuhkan pesawat.

Jadi penumpang bisa menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan. Jika tidak bisa beli tiket pesawat, maka bisa naik transportasi lain.

Hal ini bisa terjadi karena harga tiket diatur oleh maskapai dan bukan oleh pemerintah. Pemerintah hanya mengawasi agar maskapai memenuhi unsur-unsur keselamatan penerbangan, bagaimanapun caranya. Kalau melanggar, pesawatnya tidak boleh terbang.

Selain itu, proses impor sparepart pesawat juga mudah sehingga maskapai tidak mengeluarkan biaya besar.

Sebagai pendukung, nilai tukar mata uang mereka terhadap dollar AS juga dijaga agar tidak selalu melemah sehingga transaksi internasionalnya lebih stabil.

Jadi maskapai mengatur sendiri strategi bisnisnya, kapan menjual tiket murah dan kapan menjual harga tinggi.

Jika tidak percaya, silahkan cari tiket di negara lain saat sepi penumpang seperti bulan Februari sampai April atau September sampai Oktober, tergantung negaranya. Anda bahkan bisa mendapat tiket gratis jika beruntung.

Namun sebaliknya, jika Anda mencari tiket saat ramai penumpang, harga tiketnya bisa lebih gila dibanding harga tiket maskapai Indonesia saat Lebaran atau Natal dan Tahun Baru.

https://money.kompas.com/read/2024/02/08/163006626/benarkah-memperbanyak-pesawat-dapat-menurunkan-harga-tiket

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke