Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menakar Potensi Merger Kementerian PAN-RB dengan BKN

Efektivitas pelayanan publik sangat berkaitan dengan peran kunci aparatur sipil negara (ASN) di mana presiden memegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.

Pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menawarkan ide yang relatif sama dalam meningkatkan pelayanan publik. Semua gagasan paslon bermuara pada digitalisasi.

Namun, tidak ada yang menawarkan merger agar organisasi publik lebih efisien sehingga bertumpu pada speed, bukan size.

Hal itu berkaca penggabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) tahun 2021.

Pendidikan tinggi berada di bawah naungan Kemendikbud. Pendidikan dan pengajaran, pengabdian kepada masyarakat, penelitian dan pengembangan merupakan Tridharma perguruan tinggi.

Masalahnya, Kemenristek juga memiliki tugas sama, yakni penelitian dan pengembangan. Jelas terjadi tumpang tindih tugas.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Prof. Nizam menganggap kebijakan ini menjadi jembatan untuk mengembalikan marwah pendidikan tinggi sesuai dengan prinsip Tridharma perguruan tinggi yang memiliki tugas melakukan pendidikan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat (Ramadhan, 2021).

Peleburan ini diyakini akan bermanfaat bagi integrasi anggaran yang lebih terpusat dan terkonsolidasi.

Pihak yang kontra penggabungan menilai, perumusan kebijakan dan koordinasi akan tenggelam oleh persoalan pendidikan dan kebudayaan.

Selain itu, penggabungan ke dua instansi pemerintah tidak akan efektif karena memerlukan waktu adaptasi sekitar 2-3 tahun, sedangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo tinggal dua tahun lagi (dpr.go.id, 9/4/2021).

Kementerian PANRB dengan BKN

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) memiliki tugas menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara. Sementara Badan Kepegawaian Negara (BKN) bertugas mengelola aparatur negara.

Kementerian PAN-RB memiliki fungsi menetapkan kebijakan dalam bidang sumber daya manusia aparatur. Sementara BKN juga menetapkan kebijakan, tetapi berkait teknis manajemen kepegawaian.

Struktur organisasi Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur di Kementerian PAN-RB (penguatan budaya kerja, peningkatan kapasitas, peningkatan kinerja dan sistem penghargaan, perencanaan jabatan dan pengadaan, percepatan transformasi digital sumber daya manusia aparatur) dalam kontek manajemen sumber daya manusia bersinggungan dengan empat bidang Deputi yang ada di BKN: Pembinaan Manajemen Kepegawaian, Mutasi Kepegawaian, Sistem Informasi Kepegawaian, Pengawasan dan Pengendalian.

Direktorat Perundang-undangan BKN berperan penting dalam penyusunan dan perumusan kebijakan.

Ke dua instansi bergerak pada ceruk yang sama, yakni menciptakan lingkungan agar ASN memberikan kontribusi mewujudkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Karena itu penggabungan Kementerian PAN-RB dengan BKN bisa menjadi agenda pemerintahan baru.

Apakah penggabungan akan menenggelamkan formulasi kebijakan kepegawaian?

Mari kita melihat Korea Selatan yang menempatkan urusan manajemen pegawai pemerintah di bawah satu kementerian, yakni Ministry of Personnel Management (MPM).

MPM bertugas merancang dan mengimplementasikan kebijakan di bidang pegawai (rekrutmen, remunerasi, pengembangan aparatur, kesejahteraan dan pensiun, hingga etik dan disiplin pejabat publik).

Korea Selatan berada pada rangking 28, negara paling kompetitif dunia 2023.

Jepang mempunyai National Personnel Authority (NPA). Lembaga ini menetapkan standar untuk menjamin keadilan dalam menerapkan administrasi kepegawaian.

Dalam bidang kebijakan, NPA membuat rekomendasi terkait remunerasi dan kondisi kerja, selain melakukan penelitian sistem manajeman domestik dan internasional.

Di samping netral, NPA memiliki independensi dalam menerapkan tugas dan fungsi.

NPA adalah satu-satunya lembaga pemerintah pusat yang bertanggungjawab terhadap terselenggaranya manajemen pegawai negeri. Tidak seperti di Indonesia ada BKN, Menpan, LAN, dan Depdagri yang tugas pokok dan fungsinya kerap overlapping (Herman, 2007).

Terpisahnya Kementerian PAN-RB dengan BKN pernah menghambat penyelesaian honorer Katagori I (K I). BKN sempat menunda penetapan nomor identitas pegawai negeri sipil (NIP) hingga berbulan-bulan.

Pasalnya, honorer yang memenuhi syarat mendapatkan NIP apabila sumber pembiayaan honor berasal dari APBN/APBD dengan mata anggaran penerimaan (MAK) 51, padahal sebagian Instansi Pusat/Daerah menggunakan MAK 52.

Kementerian PAN-RB membentuk kelompok kerja (POKJA) Nomor Kep/01/M.PAN-RB/01/2013 Tahun 2013 untuk mencari solusi penyelesaian kendala MAK.

Namun, minimnya monitoring dan koordinasi dari Kementerian PAN-RB, Pokja tidak berjalan, sementara desakan penetapan NIP semakin kuat. Terjadilah distorsi, penetapan NIP honorer K 1 ditetapkan walaupun menggunakan MAK 52.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, terpisahnya ke dua lembaga tersebut tanpa disadari terkadang menyelipkan perasaan superioritas.

Mantan Kepala BKN, Profesor Sofian Effendi dulu sudah mempersiapkan BKN untuk menjadi lembaga pembuat dan pelaksana kebijakan kepegawaian tahun 1999. Penanggalan kata ”Administrasi” dari BAKN merupakan langkah pertama ke arah tersebut.

Dalam satu pertemuan dengan pegawai BKN, mantan Rektor UGM tersebut mengemukakan bahwa dia sudah berdialog dengan pihak Kementerian PAN-RB: bergabung dengan BKN atau sebaliknya.

Untuk meredam kekhawatiran fungsi kebijakan akan tenggelam apabila Kementerian PAN-RB merger dengan BKN, kita dapat merujuk best practice MPM dan NPA.

Keraguan bahwa penggabungan dua organisasi membutuhkan waktu lama berkisar 1-2 tahun untuk beradaptasi, pemerintahan baru 2024 kelak memiliki waktu 5 tahun untuk mengawal penggabungan ke dua organisasi.

https://money.kompas.com/read/2024/02/09/152535826/menakar-potensi-merger-kementerian-pan-rb-dengan-bkn

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke