Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sederet Tantangan Pengembangan Industri Petrokimia di Tanah Air

Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Putu Nadi Astuti mengatakan, Indonesia memiliki potensi pengembangan industri petrokimia karena memiliki kekuatan pasar yang besar di dalam negeri.

"Industri petrokimia adalah industri yang padat modal. Jadi nilai investasinya tinggi dan waktu untuk payback period-nya lama. Kemudian teknologi yang digunakan juga teknologi tinggi dan termasuk usaha yang risikonya tinggi," kata dia dalam Media Workshop Hilirisasi Pada Sektor Industri Kimia dan Peran Sektor Infrastruktur, Kamis (29/1/2024).

Ia menambahkan, risiko industri petrokimia yang tinggi dipengaruhi harga komoditas minyak dan gas (migas) dan batu bara yang fluktuatif. Selain itu, industri ini juga menggunakan peralatan proses dengan tekanan dan temperatur tinggi.

Putu menjelaskan, faktor-faktor tersebut menjadikan industri ini tidak memiliki banyak pemain, atau berada di bawah 100 perusahaan. Namun begitu, jumlah yang sedikit tersebut mampu memenuhi bahan baku untuk banyak industri hilirnya.

Lebih lanjut, Putu menerangkan nilai investasi dan risiko yang tinggi membuat industri ini memerlukan kepastian iklim usaha terkait penanaman investasi.

Adapun sumber bahan baku khususnya yang berbasis minyak bumi (crude oil) dan turunannya masih banyak dipenuhi oleh impor. Pasalnya, bahan baku yang berada di dalam negeri lebih diutamakan untuk bahan baku energi.

Industri petrokimia Tanah Air juga perlu bersaing dengan produk petrokimia yang dihasilakan oleh negara yang memiliki sumber bahan baku migas yang besar dan lebih murah seperti negara di Timur Tengah.

Industri petrokimia lokal juga bersaing dengan negara yang memiliki industri dengan skala yang lebih besar seperti yang dimiliki China.

Tak hanya itu, industri petrokimia di masa depan juga perlu mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk memenuhi target dekarbonisasi yang dicanangkan pemerintah.

Putu membeberkan, industri petrokimia di Indonesia juga dinilai belum terintegrasi secara optimal. Hal tersebut perlu didorong agar industri petrokimia terintegerasi dari hulu atau bahan baku sampai menghasilkan produk kimia hilir.

"Rencana penyusunan plastik treaty dan kebijakan lainnya seperti cukai plastik juga berdampak terhadap pengembangan industri petrokimia nasional," tandas dia.

Sebagai informasi, pada kurung waktu 2022-2023 telah terealisasi investasi di industri petrokimia senilai 300 juta dollar AS yang dilakukan oleh PT Asahimas Chemical dan PT Nippon Shokubai Indonesia.

Produk petrokimia memang sebagian besar telah diproduksi di dalam negeri. Namun begitu, jumlahnya belum mencukupi kebutuhan domestik sehingga perlu diimpor dari berbagai negara yang nilainya lebih dari 9,5 miliar dollar AS pada 2023. Hal ini dikhawatirkan akan terus meningkat di masa mendatang.

Industri petrokimia dan industri logam dan baja kerap dijadikan tolok ukur tingkat kemajuan suatu negara karena merupakan basis bagi industri manufaktur atau pengolahan.

https://money.kompas.com/read/2024/02/29/183023026/sederet-tantangan-pengembangan-industri-petrokimia-di-tanah-air

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke