Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Tertinggi PPh Turun 5 Persen

Kompas.com - 09/06/2008, 06:34 WIB

JAKARTA,SENIN - Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan yang terdiri dari wakil pemerintah dan DPR menyepakati penurunan tarif tertinggi PPh orang pribadi dari 35 persen menjadi 30 persen mulai 2009. Ini dilakukan agar tarif PPh lebih kompetitif dibanding tarif pajak serupa di kawasan Asia. "Kesepakatan itu diperoleh setelah melalui diskusi yang alot pada hari Sabtu (7/6) akhirnya Panitia Kerja RUU PPh menyepakati tarif PPh baru itu," ujar anggota Panitia Kerja RUU PPh, Dradjad H Wibowo, di Jakarta, Minggu (8/6).

Selain menetapkan tarif tertinggi PPh orang pribadi, Panitia Kerja juga sepakat bahwa tarif baru itu masih bisa diturunkan lagi ke level 25 persen. Hal itu bisa dilakukan melalui sebuah peraturan pemerintah dan disetujui DPR dalam pembahasan Rancangan APBN. Ini berarti perubahan tarif selanjutnya tidak membutuhkan sebuah undang-undang yang bisa menghabiskan waktu lama.

Panitia Kerja juga mengubah lapisan pendapatan kena pajak. Lapisan pajak maksimum dibebankan kepada wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun, sebelumnya ditetapkan maksimum di atas Rp 250 juta per tahun. Dengan perubahan ini, tarif PPh orang pribadi menjadi 5 persen untuk penghasilan hingga Rp 50 juta per tahun, 15 persen untuk penghasilan di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta per tahun, 25 persen untuk penghasilan di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta, dan yang tertinggi ditetapkan tarif 30 persen untuk penghasilan di atas Rp 500 juta.

Khusus untuk wajib pajak badan, Panitia Kerja sepakat untuk mulai menerapkan tarif pajak tunggal sebesar 28 persen pada tahun 2009. Tarif tersebut akan diturunkan ke 25 persen mulai tahun 2010. "Perubahan yang cukup signifikan itu dimaksudkan agar rezim PPh di Indonesia cukup kompetitif di antara negara-negara Asia. Maksud lainnya adalah menjaga likuiditas dan daya beli masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga dan investasi tetap terjaga pertumbuhannya," ujar Dradjad.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menegaskan, tidak semua wajib pajak menginginkan tarif pajak yang rendah. Wajib pajak pada umumnya menginginkan tarif pajak yang layak. "Tidak semua orang ingin pajak rendah. Semua orang maunya pajak yang layak. Saya juga begitu," ujarnya.

Pernyataan tersebut juga diungkapkan Darmin saat menjawab pertanyaan wartawan tentang posisi barunya sebagai Komisaris Utama Bursa Efek Indonesia (BEI). Pertanyaannya adalah, apakah posisinya sebagai Dirjen Pajak dan Komisaris Utama BEI tidak akan menjepitnya dalam konflik kepentingan.

Konflik kepentingan dikhawatirkan muncul karena sebagai Dirjen Pajak dia mengharapkan penerimaan pajak yang tinggi dari emiten, tetapi sebagai Komisaris Utama BEI dia harus mewakili kepentingan emiten yang menghendaki pajak rendah.

Telah lama meminta

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Moneter dan Fiskal Kadin Indonesia Bambang Soesatyo mengatakan, pelaku usaha memang telah lama meminta pemerintah untuk menurunkan tarif pajak. "Sebab, dengan kondisi ekonomi yang tengah tertekan saat ini, kewajiban perpajakan dengan tarif tinggi semakin tidak relevan," ujar Bambang.

Sebenarnya tidak hanya PPh orang pribadi yang layak untuk diturunkan, tetapi yang lebih penting diperhatikan adalah penurunan besaran tarif PPh badan yang saat ini 25 persen dan pajak atas penerimaan dividen sebesar 30 persen. "Kami berharap paling tidak seperti Singapura. Besaran PPh badan hanya 18 persen dan dividen nol persen. Karena pada saat yang sama pemerintah juga mengambil penerimaan pajak perorangan individu," ujar Bambang.

Jadi, kata Bambang, kalau pemerintah menargetkan pendapatan pajak dan bertambahnya kesadaran wajib pajak, sebaiknya tarif pajak diturunkan hingga 18-20 persen untuk badan dan tarif tertinggi 25 persen untuk individu. "Hal ini pernah dilakukan Rusia yang menurunkan tarif pajaknya rata-rata menjadi 13 persen sehingga penerimaan pajak melonjak 30 persen. Karena selain lebih kompetitif bagi investor, juga tidak memberatkan pengusaha sehingga wajib pajak tidak perlu ’bermain mata’," katanya. (OIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com