Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peredaran Pakaian Bekas Impor Sulit Dicegah

Kompas.com - 19/02/2009, 21:02 WIB

YOGYAKARTA, KAMIS - Peredaran pakaian bekas impor di Yogyakarta dan di daerah-daerah, masih akan terus terjadi. Insan persteksilan di daerah hanya bisa berharap pemerintah pusat dan para aparat di pelabuhan-pelabuhan terus merazia dan menindak tegas para pelaku penyelundupan.

Ketua Asosiasi Perstekstilan Indonesia (API) DIY, Jadin C Jamaludin, mengemukakan, pihaknya tidak bisa serta merta menindak tegas pihak toko penjual pakaian bekas impor di Yogyakarta. Sebab, yang paling penting adalah menutup sumber utamanya.

Pakaian-pakaian bekas biasanya masuk lewat pelabuhan-pelabuhan kecil di Jawa. Selain itu ada juga yang lewat pelabuhan-pelabuhan kecil di Sumatera Utara, lalu dibawa ke Jawa lewat darat, ujarnya, Kamis (19/2).

Serbuan pakaian bekas impor yang banyak berasal dari Cina tersebut sangat memukul industri perstekstilan lokal. Pasar pakaian jadi dalam negeri hanya dimasuki 22 persen oleh pasar lokal. Sisanya, 71 persen adalah barang-barang impor ilegal dan 7 persen impor legal.

Pemerintah sudah melarang peredaran pakaian bekas impor yang harganya murah ini dan menganggap sebagai barang selundupan. Pengusaha toko sebenarnya paham. Masur (42), pemilik Toko Pita Bunga Impor di Jalan Wachid Hasyim, Kota Yogyakarta yang membuka usaha sejak tahun 2003, was-was tokonya ditutup dan barang disita senantiasa terbayang.

"Saya hanya bisa pasrah. Namun saya berharap itu tidak dilakukan pemerintah daerah dan aparat keamanan. Saya hanya mencari nafkah dan ada 20-an karyawan bergantung hidupnya dari usaha ini," ujarnya.

Pengusaha toko mendapatkan barang dari tangan distributor lokal. Distributor ini, seperti kaata Masur, juga tidak diketahui sudah tangan ke berapa dari rantai panjang distribusi pakaian bekas impor.

Sebenarnya, larangan pemerintah sudah berdampak pada seretnya pasokan. Hingga tahun 2005, toko milik Masur masih bisa mendapat kiriman 15 karung, tapi selanjutnya berkurang dan terus berkurang. Sekarang hanya dua-tiga karung dalam sebulan. Tahun lalu malah sempat tak ada kiriman selama enam bulan. Satu karung bisa berisi puluhan hingga ratusan pakaian dan celana.   

"Saya menduga, macetnya pasokan karena pemasok harus main kucing-kucingan dengan aparat di pelabuhan. Pasti banyak barang yang tersita. Sekarang ini, saya tidak bisa memastikan kapan dapat kiriman. Berjualan pakaian bekas impor kini ibaratnya hanya bisa untuk hidup dan menggaji karyawan," ujar Masur.

Masur tidak tidak tahu distributor pemasok tokonya mendapatkan barang dari mana. Bisa dari Surabaya, Jakarta, atau Semarang. Saya nggak tahu, katanya. Dalam sehari, jika ramai tokonya bisa menjual hingga 100 potong baju, celana , dan jaket. Diutarakan juga, saat ini terdapat sekitar 20 toko di DIY yang menjual pakaian bekas impor.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com