Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Lebih Dahsyat Dibanding Kasus Gayus

Kompas.com - 19/04/2010, 10:06 WIB

350 perusahaan

Pemeriksaan lanjutan dari ketiga tersangka yang baru tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 2005, mereka mengerjakan SSP sedikitnya 350 perusahaan. Dalam jumlah tersebut, ada SSP yang nilainya mencapai Rp 1 miliar. Dengan demikian, diperkirakan nilai pajak yang harus disetorkan ke negara dari 350 perusahaan itu, tetapi ternyata malah masuk ke kantong para tersangka, mencapai lebih dari Rp 350 miliar.

Polisi langsung melakukan penyitaan berbagai barang bukti yang diduga dari hasil kejahatan tersebut. Selain milik Suhertanto, barang sitaan milik tersangka lainnya, antara lain, sebidang tanah berikut surat kepemilikan di Jalan Medayu Utara milik Fatchan, uang tunai Rp 10 juta milik Iwan, uang tunai Rp 7 juta milik Moch Mutarozikin, uang Rp 16 juta milik Gatot Budi, satu unit rumah dan satu Honda Mega Pro milik Helius, uang tunai Rp 4 juta milik Totok, uang tunai Rp 6,5 juta milik Soni, dan satu unit sepeda motor Honda Vario.

Sedangkan dari tersangka Siswanto, barang bukti yang disita berupa alat untuk membuat surat validasi palsu, di antaranya flash disk, printer, juga disita mobil Daihatsu Taruna, stempel Bank Jatim, stempel Dirjen Pajak, stempel tanda terima pemegang kas, dan stempel kantor pelayanan PBB.

Kronologi pemalsuan validasi pajak ini, pertama, korban David Sentono selaku Direktur PT Putra Mapan Santosa meminta kepada kantor jasa konsultan pajak Agustri Junaidi di Puri Indah Sidoarjo untuk menguruskan dan membayarkan pajak perusahaannya yang terdiri atas 34 lembar SSP. Di jasa konsultan itu, David ditangani oleh Fatchan dan Iwan.

Keduanya mengambil SPP dan uang pembayaran pajak tahun 2009 senilai Rp 934 juta. Seharusnya keduanya menyerahkan SSP dan uang itu ke bank. Ternyata keduanya malah menyerahkan ke M Mutarozikin dan uangnya dipotong 10 persen. Kemudian dibuatkan validasi kepada tersangka Siswanto, yang langsung melakukan penggantian nama dan alamat wajib pajak dan mengurangi nilai pajak.

Setelah selesai dibuatkan validasi palsu itu, oleh Mutarozikin diserahkan ke tersangka Gatot Budi Sembodo dan uangnya dipotong lagi 15 persen. Gatot lalu memberikan ke Herlius Widhia Kembara dan uang dipotong 15 persen. Herlius lalu menyerahkan ke Totok Suratman dan uang dipotong lagi 20 persen. Kemudian melalui Enang Yahya Untoro, surat validasi itu diserahkan ke Suhertanto yang ikut melakukan penghapusan wajib pajak dengan uang setoran pajaknya tidak diserahkan kepada negara.

Kanit Pidum AKP Arbaridi Jumhur mengatakan, kasus ini diduga masih akan berbuntut panjang. ”Untuk itu kami melakukan kerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” lanjut Jumhur. (rie)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com