Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Film dan Masalah Nasional

Kompas.com - 24/02/2011, 14:28 WIB

Pembiaran terhadap kebijakan fiskal yang tidak pro-film nasional telah terjadi dalam waktu sangat lama. Oleh karena itu, sangat cocok  untuk melukiskan keadaan ini dengan ungkapan dialek Medan, Sumatera Utara, yang dipopulerkan oleh Deddy Mizwar dalam filmnya Nagabogar, dan kemudian dijadikan slogan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak: “Apa Kata Dunia”, jika kebijakan pajak yang tidak pro film nasional ini terus dibiarkan dan mengganggu pertumbuhan film nasional.

Akibat murahnya atau rendahnya pajak film, maka membuat impor film menjadi usaha yang menarik karena modal yang ditanamkan untuk mendatangkan film impor tidak sebesar kalau memproduksi film nasional sendiri. Dengan membeli film impor, maka berarti pula membeli film yang sudah jadi, sehingga praktis lebih mudah memprediksi nilai jualnya dibandingkan memproduksi film nasional yang dimulai dengan suatu ide, berproses dengan melibatkan banyak pihak, sehingga hasil akhirnya pun tergantung pada kepiawaian dan komitmen dalam berkarya para karyawan dan artis film.

Fenomena gairah untuk impor film lebih besar daripada gairah memproduksi film nasional, tergambar juga dari data Lembaga Sensor Film (LSF) yang menunjukkan angka, tahun 2005 jumlah film impor yang masuk Indonesia 201 judul, sementara film nasionalnya 33 judul. Tahun 2006, film impor 165 judul, film nasional 33 judul,  tahun 2007 film impor 207 judul, film nasional 53 judul,  tahun 2008 film impor 180 judul dan film nasional 87 judul, dan tahun 2009 film impor 155 judul dan film nasional 78 judul.

Fakta dan kondisi keterbatasan lain juga masih harus dihadapi oleh insan perfilman nasional, seperti sedikitnya jumlah gedung bioskop dan masih minimnya penghasilan masyarakat Indonesia, serta tersedianya alternatif hiburan yang murah atau bahkan gratis, seperti hiburan dari cakram digital film bajakan berkualitas sama dengan yang asli, dan tayangan film di siaran televisi telah membuat tersedotnya sejumlah penonton bioskop untuk menonton film impor. Kenyataan ini ikut memperburuk situasi sulit bagi masa depan perfilman nasional.      Masalah lain yang dihadapi perfilam nasional adalah soal tata edar yang sampai saat ini belum ada. Ini pula tantangan lain bagi semua pihak untuk selalu menyuarakan permasalahan sekaligus mencari alternatif positif membenahi kebijakan pemerintah yang menyangkut perfilman nasional. (*)

*) Petrus Suryadi Sutrisno (piets2suryadi@yahoo.com) adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Informasi, dan Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com