Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Pertemukan PM Thailand dan Kamboja

Kompas.com - 08/05/2011, 10:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu (8/5/2011) pagi, menerima Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sebagai tamu negara dan mempertemukan keduanya dalam sebuah pertemuan tiga pihak. Pertemuan tiga pihak itu dilakukan sebelum pelaksanaan KTT ke-18 ASEAN hari kedua di Jakarta.

Pertemuan dilaksanakan di Board Room nomor 6 Balai Sidang Jakarta. Ketiga pemimpin negara itu duduk saling berhadapan dalam formasi segi tiga. Presiden berada di satu posisi, sehingga Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva berada di sisi kirinya dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen berada di sisi kanan.

Ketiganya saling menyapa dan tersenyum pada awal sesi pertemuan tiga pihak itu. Ketiga pemimpin itu masing-masing didampingi oleh menteri luar negeri. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Luar Negeri Teuku Faizasyah.

Kedua tamu negara itu datang ke Balai Sidang Jakarta untuk menemui Presiden Yudhoyono sekitar pukul 08.00 WIB, atau satu jam sebelum KTT ASEAN dimulai. Mereka datang dengan menggunakan mobil yang berbeda yang masing-masing dikawal oleh sejumlah petugas keamanan yang menggunakan sejumlah mobil lainnya. Beberapa plat mobil dalam iring-iringan itu tertulis "Tamu Negara 2" dan "Tamu Negara 8".

Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi tentang topik yang dibicarakan dalam pertemuan tiga pihak itu. Kamboja kecewa Sebelumnya, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengemukakan kekecewaan mendalamnya terhadap sikap pemerintah Thailand yang belum menandatangani kerangka acuan (TOR) yang diajukan Indonesia mengenai pengiriman peninjau ke daerah perbatasan dua negara yang disengketakan.

Dalam pidatonya dalam sesi utama KTT ke-18 ASEAN di Balai Sidang Jakarta, Sabtu, PM Hun Sen menilai Pemerintah Thailand terus mengeluarkan syarat-syarat yang tidak dapat diterima dan tidak masuk akal terkait hal itu.

"Thailand meminta Kamboja menarik pasukannya dan rakyatnya dari wilayahnya sendiri, wilayah yang merupakan kedaulatan dan berada di bawah kendali Kamboja. Syarat itu tidak masuk akal dan tidak dapat diterima," kata PM Hun Sen sebagaimana dikutip dari naskah pidatonya.

Menurut dia, seharusnya Pemerintah Thailand yang menarik pasukannya dari kawasan itu, berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag pada 15 Juni 1962. Ia mengatakan, keputusan Pemerintah Thailand untuk menetapkan syarat itu menunjukkan bahwa Thailand tidak memiliki niat baik untuk menerima tim peninjau dari Indonesia dan tidak memiliki keinginan untuk menyelesaikan sengketa perbatasan ini sesuai dengan hukum internasional secara damai.

"Thailand, sebagai sebuah negara besar, terus memiliki ambisi untuk memperpanjang konflik bersenjata untuk mengganggu negara tetangganya di ASEAN yang lebih lemah," kata PM Hun Sen di hadapan para kepala negara/pemerintahan serta menteri senior ASEAN, termasuk Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva.

Terkait dengan seruan negara-negara anggota ASEAN agar Kamboja dan Thailand saling menahan diri dan menghindari jatuhnya korban jiwa, menurut PM Hun Sen, Pemerintah Kamboja telah cukup menahan diri dan bersabar dengan terus berusaha mencari penyelesaian secara damai melalui negosiasi dan segala mekanisme, terutama sejak pasukan Thailand memasuki kawasan di sekitar kuil kuno Preah Vihear pada 15 Juli 2008.

Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah Kamboja menghormati proses hukum di Thailand dengan bersabar menanti adopsi hasil dari pertemuan Komite Bersama Perbatasan Thailand-Kamboja, yang telah disiapkan pada 2008 dan 2009. Sementara itu PM Kerajaan Thailand Abhisit Vejjajiva dalam keterangan tertulisnya dikeluarkan untuk menanggapi pidato PM Hun Sen menegaskan Kabinet Thailand telah menyetujui TOR yang diajukan Pemerintah Indonesia mengenai pengiriman peninjau ke daerah perbatasan dua negara yang disengketakan.

"Namun kami memiliki keprihatinan," katanya. Menurut dia, jika tim peninjau akan ditempatkan maka harus ada niat baik dari Pemerintah Kamboja untuk menghormati Nota Kesepahaman 2000 yang meliputi penarikan pasukan dan rakyat sipil lain dari kawasan itu karena MoU 2000 menyepakati bahwa tidak ada pergerakan apa pun dari pasukan atau rakyat sipil di kawasan yang dipersengketakan.

Lebih jauh lagi, kata dia, kehadiran pasukan di sekitar kawasan kuil itu melanggar Konvensi Haque 1954 mengenai Perlindungan Kekayaan Budaya di tengah-tengah Konflik Bersenjata dan Konvensi 1972 mengenai Perlindungan Kekayaan Budaya dan Alam Dunia. Sengketa perbatasan itu berawal dari satu peta yang dikeluarkan pada 1908 oleh kartografer Perancis untuk menetapkan perbatasan Thailand-Kamboja, ketika Kamboja masih di bawah koloni Perancis. Perancis mengatakan, perbatasan harus diputuskan menurut garis batas air di sepanjang jarak gunung Dongrak, dalam peta mereka candi Preah Vihear terletak di ketinggian 525 meter, dengan jalan turun berada di wilayah Kamboja, dan sebagian lainnya di wilayah Thailand.

Thailand kehilangan candi itu pada 1962 ketika sengketa atas kepemilikan candi itu dibawa ke Pengadilan Internasional di Den Haag. Pengadilan memutuskan kepemilikan candi kepada Kamboja, namun sengketa garis perbatasan masih terus berlangsung hingga sekarang.

Sengketa atas candi Preah Vihear merebak kembali pada 2008 ketika Kamboja mengusulkan candi yang terletak dalam kompleks seluas 4,6 kilometer itu sebagai Warisan Dunia kepada UNESCO. Usulan tersebut disetujui UNESCO, 7 Juli 2008, meskipun kemudian ditentang oleh Thailand.

Saat ini, tentara kedua belah saling berhadapan di seberang perbatasan masing-masing di sekitar Candi Prear, yang terletak di antara provinsi Si Sa Khet dan Phrea Vihear, sekitar 400 kilometer di timurlaut Bangkok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com