Tebu di Indonesia tampaknya tidak bertambah manis. Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menunjukkan penurunan rendemen gula.
Bila pada tahun 2002 rendemen gula 6,88 persen dan meningkat jadi 8,2 pada tahun 2009, tahun 2010 rendemen melorot ke 6,47 persen. Sekalipun pada musim giling tebu hingga Juni 2011 rendemen diperkirakan naik, tetapi masih sangat rendah, yakni 6,89 persen.
Rendemen di pabrik gula (PG) di Jawa justru lebih rendah dari rata-rata nasional, hanya 6,61 persen. Sekalipun rendemen tahun 2011 naik 0,42 poin, produktivitas gula hablur per hektar (ha) naik tipis, dari 5,29 ton jadi 5,4 ton per ha. Ini karena produktivitas tebu juga turun, dari 81,8 ton/ha jadi 78 ton, atau turun sekitar 3,8 ton.
Peneliti dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Aris Toharisman, Senin (25/7) di Jakarta, mengungkapkan, produksi gula tebu nasional bisa dinaikkan hingga 4,2 juta ton.
Untuk menaikkan produksi 1,9 juta ton dari produksi 2010, hanya butuh tambahan areal 180.000 hektar dan pembangunan 10 PG baru berkapasitas masing-masing 10.000 ton tebu per hari (TCD).
Peningkatan produksi gula 4,2 juta ton hanya dapat dilakukan bila disertai perbaikan budidaya tebu, mekanisme tebang angkut, dan proses penggilingan tebu di PG.
Peningkatan produksi gula mungkin dilakukan mengingat potensi produksi varietas unggul tebu hasil P3GI tinggi.
Varietas unggul PS 901, misalnya, memiliki potensi hasil 86,6 ton tebu per ha, rendemen 10,9 persen, dan produksi gula hablur 9,5 ton per hektar. PS 881 berpotensi menghasilkan tebu 119 ton, rendemen 11,7 persen, dan hablur 13,9 ton. Adapun PS 882 berpotensi hasil 113,1 ton tebu, rendemen 12,1 persen, dan hablur 13,7 ton.
Aris mengungkapkan, di tingkat budidaya perbaikan bibit meliputi penggunaan varietas yang tepat, masa tanam sesuai iklim, komposisi varietas yang tepat, dan tebang sesuai waktu giling dapat meningkatkan produktivitas lebih dari 20 persen menjadi 6,72 ton.