Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merry Riana: Sukses Bukan untuk Dinikmati Sendiri...

Kompas.com - 22/02/2012, 16:28 WIB

Pada tahun 1998, kondisi pascakerusuhan membuat saya harus melanjutkan pendidikan di Singapura, di Nanyang Technological University. Karena alasan keamanan, saya menjadi satu dari sekian banyak mahasiswa Indonesia yang mendadak membuat manuver perpindahan dari dalam negeri ke Singapura yang notabene berbiaya lebih murah dari Amerika Serikat atau Eropa, dan mendapatkan bantuan kredit dari bank pemerintah Singapura pula.

Kondisinya saat itu lekat dengan keprihatinan. Saya melewatkan hari-hari yang penuh dengan perjuangan karena saya harus berakrobat dengan uang yang sangat terbatas, 10 dolar seminggu, untuk memenuhi kebutuhan makan. Sejumlah akal-akalan yang mengharukan pun saya lakukan selama setahun pertama agar bisa makan dan minum dengan kenyang, seperti minum air keran dan makan hanya roti tawar dan mie instan.

Dalam situasi sulit itu saya kemudian melayangkan visi yang sangat kritis ke depan. Bagaimana masa depan saya? Bagaimana saya akan memapankan diri jika setelah bekerja gaji tersedot untuk membayar utang pendidikan? Bagaimana saya bisa membahagiakan orang tua jika waktu akan habis digunakan untuk bekerja keras guna membayar cicilan utang?

Kondisi itu kemudian memacu saya untuk berpikir keras, bekerja keras, mencari jalan untuk mencapai harapan yang terbesar: yakni menuju kebebasan finansial di usia 30 tahun. Saya mencoba beberapa pekerjaan, mulai dari penyebar brosur biro jodoh, bekerja di florist sampai jadi pelayan hotel.

Ketika tabungan sudah dimiliki, saya juga mencoba beberapa bisnis. Mulai dari mencoba mengembangkan bisnis MLM sampai jual beli saham. Beberapa bisnis yang saya coba, gagal. Sampai akhirnya saya memilih bidang financial consultant. Pilihan ini pada akhirnya membawa saya pada sebuah pertarungan yang sangat hebat sekaligus cocok untuk karakter saya yang pantang menyerah dan komit pada tujuan.

Dalam usia 26 tahun saya telah berhasil mendapatkan penghasilan 1 juta dolar Singapura. Saya sudah berhasil mencapai kebebasan finansial sebelum usia saya mencapai 30 tahun. Atas keberhasilan saya mencapai jumlah klien yang sangat banyak, saya kini memimpin Merry Riana Organization, sebuah organisasi financial consultant yang diperkuat oleh 40 profesional muda yang penuh semangat.

Menurut Merry, apa yang dibutuhkan rekan-rekan muda di Indonesia saat ini untuk dapat meraih mimpinya? Apa yang menjadi inspirasi dan alasan Merry saat ini untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship dan keteguhan rekan2 di Indonesia? (Arianto Bigman, Bintaro, Tangerang)

Niat saya untuk lebih sering menggelar seminar di Indonesia merupakan cara untuk membuktikan rasa cinta pada negeri. Harapan saya, akan lebih banyak anak-anak muda yang mengenali benih cita-cita dan konsep perjuangan mereka. Mereka tahu untuk apa mereka melakukan suatu pekerjaan. Mereka tahu apa arti kewibawaan dari sebuah kemandirian. Kualitas diri kita akan berkontribusi membentuk kualitas bangsa.

Berdasar pengalaman Bu Merry selama di Singapura, bagaimana perbandingan etos kerja kaum muda di Singapura dengan di Indonesia? Apa benar bahwa yang menjadikan Singapura menjadi negara maju Asia karena etos kerja kaum mudanya yang hebat? (Erick Iskandar, Cengkareng, Jakarta Barat)

Orang-orang Singapura dikenal memiliki karakter Kiasu, atau tidak mau kalah. Dalam berbagai urusan hidup, seperti mengantre kendaraan, mendapatkan jatah pendaftaran sekolah, melakukan apapun, biasanya mereka sangat terobsesi untuk mendapatkan giliran lebih dulu. Dengan kata lain, mereka tidak mau kalah dalam meraih pencapaian.

Karakter ini sangat kental terlihat dalam kehidupan perkuliahan. Mau tidak mau mahasiswa Indonesia dan negara-negara lain terdorong untuk memperkencang etos belajar. Saya ambil saja hikmah positifnya, saya jadi terpacu, walaupun kadang itu terasa sangat meletihkan.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com