Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelari Cepat Melawan Kapitalisme Pasar

Kompas.com - 02/03/2012, 05:37 WIB

Persoalannya, kapitalisme negara abad ke-21 beroperasi dalam skala masif menggunakan peralatan yang semakin canggih yang dihadirkan pasar uang, bursa perdagangan, serta iklim globalisasi yang menghilangkan dimensi ruang dan waktu. China menjadi pelopor utama kapitalisme negara dengan cadangan devisa 3,2 triliun dollar AS.

Dalam kurun waktu 25 tahun, China melesat bak pelari sprinter mengalahkan berbagai kemajuan ekonomi pasar di belahan dunia mana pun dan berada di urutan kedua kekuatan ekonomi global di belakang AS.

China memiliki pertumbuhan impresif dengan laju rata-rata 9,5 persen setiap tahun dan volume perdagangan global meningkat sampai 18 persen. Selama 10 tahun terakhir, PDB China mencapai lebih dari 11 triliun dollar AS, menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia mengalahkan Jepang dan menjadi pasar konsumen terbesar dunia mengalahkan AS.

China menganut asas kapitalisme negara. Dari tiga perusahaan negara, yaitu Sinopec Group, China National Petroleum Corporation, dan State Grid, semuanya tercatat sebagai perusahaan publik dengan penghasilan terbesar di dunia di belakang Walmart, Shell, Exxon, dan BP.

Di bursa saham domestik, perusahaan negara tersebut secara nilai mencapai 80 persen di China, 62 persen di Rusia, dan 38 persen di Brasil. China pun berada pada posisi lender of the last resort dan secara bersamaan membelanjakan devisanya membeli perusahaan-perusahaan strategis di Eropa, mengejar kandungan teknologi untuk mentransformasi ekonominya menuju ke ekonomi teknologi tinggi.

Kapitalisme cangkokan

Krisis kapitalisme pasar sebenarnya mengacu pada persoalan informasi asimetris di tengah kemajuan teknologi komunikasi informasi yang tak hanya melibatkan pemain utama, tetapi juga orang kebanyakan yang secara mudah dan cepat menyebarluaskan informasi (terutama ekonomi dan perdagangan) melalui medium seperti Facebook dan Twitter.

Dalam bahasa Jürgen Habermas (82), filsuf Jerman, dalam diskusi di Goethe Institut di Paris, Perancis, krisis zona euro terjadi karena kapitalisme cangkokan di mana ekonomi pasar dikuasai politik. Ketika politik bergerak ke arah xenophobia— seperti tercantum dalam buku Deutschland Schafft Sich Ab (Jerman Menghapuskan Diri) yang ditulis Thilo Sarrazin, mantan anggota dewan eksekutif bank sentral Deutsche Bundesbank, atau seperti diungkapkan Geert Wilders, politisi sayap kanan Belanda yang juga pemimpin Partij voor de Vrijheid— muncul kontradiksi yang menyebabkan sistem demokrasi dan politik tidak berjalan efektif.

Persoalan lain, konsumerisme dalam model kapitalisme pasar dibayang-bayangi kerancuan obyektivitas atas berbagai produk perdagangan. Konsumen negara kaya condong berbelanja berdasarkan ilusi subyektif merek, seperti Nike, ketimbang obyektif analisis para ahli tentang sepatu. Di tingkat perusahaan, pembelian produk keuangan dilakukan berdasarkan bersama siapa mereka bermain golf. Ini terjadi pada elite ataupun orang biasa, menyebabkan perdebatan multifaset antara benar dan salah. Dan, ini terjadi di mana-mana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com