Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kubis ke BRICS

Kompas.com - 07/03/2012, 02:13 WIB

Apa kata Barat dan media dunia soal Vladimir Putin? Penggemar judo ini identik dengan wajah dingin, pembungkam oposisi. Mantan agen KGB ini juga identik dengan tangan besi. Kematian wartawan pengkritik Putin, Maria Litovskaya, di apartemennya tahun 2009 merupakan bukti tak resmi untuk itu.

Televisi dan media Barat seperti secara serentak mendeklarasikan kemenangan Putin dalam pemilu hari Minggu (4/3) sebagai sarat dengan penipuan. Adakah sisi baik dan optimisme dari Putin?

Seperti diduga, Putin dipastikan berambisi berkuasa lagi setelah menjabat sebagai presiden Rusia periode 2000-2008. Sudah diduga bahwa kehadiran Presiden Dmitry Medvedev, yang sama-sama berasal dari Leningrad, kini Saint Petersburg, hanya semacam jeda bagi ambisi Putin.

Burukkah Rusia di bawah Putin? Dia buruk di mata kelas menengah. Dia buruk juga dalam pandangan Mikhail Khodorkovsky, oligarki berdarah Yahudi yang pernah berambisi menjadi presiden Rusia tetapi berakhir di penjara.

Namun, Putin tidak selamanya buruk bagi pembangunan ekonomi dan diversifikasi perekonomian. Citigroup menikmati booming bisnis di Rusia dengan pembukaan cabang yang amat pesat.

Dengan kekayaan minyak dan gas, Rusia kini tampil sebagai salah satu anggota bagi BRICS (Brasil, Rusia, India, dan Afrika Selatan). Nasionalisasi perusahaan negara Rusia, yang tercabik-cabik di bawah pendahulunya almarhum Boris Yeltsin, telah memulihkan cadangan kas negara.

Kemenangan yang wajar

Di bawah Yeltsin, pasca-Uni Soviet, para tentara Rusia pernah menerima gaji dalam bentuk sayuran kubis. Ini karena negara kekurangan dana. Lebih parah lagi, perusahaan raksasa negara kemudian berakhir markasnya ke Houston, Texas, AS, yang dimotori salah satunya oleh Khodorkovsky.

Adalah Putin yang mengikis pencolengan kekayaan negara, yang berakibat pada hengkangnya Roman Abramovich, pemilik kelab sepak bola Chelsea.

Di bawah Yeltsin, Rusia menjadi sahabat AS dan Yeltsin menjadi sahabat baik AS di bawah Bill Clinton. Namun, resep-resep reformasi ekonomi IMF telah membuat negara ini kehilangan sumber pendapatan negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com