Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Bisa Saja Menunda Transaksi DBS Group

Kompas.com - 09/04/2012, 08:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  DBS Group Holdings boleh saja mengakuisisi saham Asia Financial Indonesia milik Fullerton Financial Holdings. Dus, secara tidak langsung, DBS mengakuisisi 67 persen saham Bank Danamon. Namun, bukan berarti perpindahan pemegang saham pengendali ini bakal mulus.

Sejumlah kalangan mengingatkan Bank Indonesia (BI) agar tak begitu saja menyetujui transaksi ini. BI jadi penentu melalui proses fit and proper test pemegang saham.

Bankir sudah menyampaikan protes ke bank sentral. Mereka meminta BI tak melupakan perlakuan otoritas negara lain terhadap bank asal Indonesia yang ingin ekspansi. Jadi, lewat momentum akuisisi Danamon, BI minimal bisa menekan bank sentral Singapura mempermudah pembukaan cabang bank asal Indonesia di negara itu. Jadi, pemberian izin harus disertai dengan pemberian izin, begitu sebaliknya (resiprokal).

Resistensi juga datang dari DPR. Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR, meminta BI menunda proses akuisisi Danamon sampai revisi UU Perbankan selesai. Beleid yang sedang disusun DPR itu akan mengatur kepemilikan asing hingga proses izin operasi bank asing di daerah tertentu.

Sejatinya, dari sisi aturan, akuisisi Danamon oleh DBS hampir tak ada masalah. Secara permodalan, DBS mumpuni dan bukan investor kelas teri yang datang dari negeri antah berantah. Dari sisi pengalaman, komitmen dan reputasi, DBS juga jaminan mutu. DBS pun berhak menjadi pemilik mayoritas Danamon atau mengonsolidasikan dengan unit usaha lain, karena tak ada aturan di Indonesia yang melarangnya.

Tapi, meski regulasi kita terlalu longgar, bukan berarti BI tak punya cara menunda transaksi. BI sudah pernah melakukannya tahun lalu.

Lihat saja batalnya akuisisi Bank Ina Perdana oleh Affin Holdings, Bank Mestika Dharma oleh RHB Capital, dan Bank Maspion oleh China Construction Bank. Ketika itu BI tidak bisa memproses permohonan akuisisi hingga aturan kepemilikan bank terbit.

Padahal, saat itu ketiga pihak tinggal mengurus perizinan ke BI. Pemilik RHB dan Affin sudah membuat kesepakatan dengan pemilik Mestika dan Bank Ina. Keduanya mengurungkan niat hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Jadi, BI mampu melakukan hal serupa dalam transaksi DBS-Danamon. Konsisten demi kesetaraan perlakuan.

Pemilik bank melakukan konsolidasi anak usaha mereka di Indonesia pun bukan hal baru. Misalnya, UOB Buana dengan UOB Indonesia atau OCBC NISP dengan OCBC Indonesia. Tapi, ketika merger terjadi, OCBC dan UOB sama-sama milik satu investor. Ini tentu tidak bisa disamakan dengan rencana merger Danamon dan DBS.

Sejauh ini, BI masih belum bersuara. Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan BI, Lambok Antonius Siahaan, belum dapat memastikan, apakah BI akan memberikan tindakan sama ke DBS, seperti yang dilakukan BI terhadap China Construction Bank, RHB Capital dan Affin Holdings, atau tetap meluluskannya. Kita tunggu saja komitmen BI. (Nina Dwiantika, Nurul Kolbi/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyaluran Kredit Bank Mandiri Capai Rp 1.435 Triliun pada Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Bank Mandiri Capai Rp 1.435 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Whats New
Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Whats New
Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Smartpreneur
Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Whats New
Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Whats New
Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Bank Mandiri Raup Laba Bersih Rp 12,7 Triliun pada Kuartal I-2024

Bank Mandiri Raup Laba Bersih Rp 12,7 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Gelar RUPST, Astra Tetapkan Direksi dan Komisaris Baru

Gelar RUPST, Astra Tetapkan Direksi dan Komisaris Baru

Whats New
Emiten Sawit BWPT Catat Pertumbuhan Laba Bersih 364 Persen pada Kuartal I-2024

Emiten Sawit BWPT Catat Pertumbuhan Laba Bersih 364 Persen pada Kuartal I-2024

Whats New
Ekonom: Investasi Apple dan Microsoft Bisa Jadi Peluang RI Tingkatkan Partisipasi di Rantai Pasok Global

Ekonom: Investasi Apple dan Microsoft Bisa Jadi Peluang RI Tingkatkan Partisipasi di Rantai Pasok Global

Whats New
Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Whats New
MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

Whats New
Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com