Atas dasar itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite di Jakarta, Rabu (23/5), berusaha mencari bentuk peningkatan nilai batubara. Caranya antara lain mencari jalan agar batubara padat dapat dikonversi menjadi zat cair sehingga bisa dijadikan energi baru untuk transportasi. Proyek percobaannya sudah dilakukan di Karawang, Jawa Barat.
Ketua Sumber Daya Alam Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Singgih Widagdo, di Jakarta, Jumat (25/5), mengingatkan pemerintah bahwa ada kecenderungan pemakaian batubara di dalam negeri terus menurun, sedangkan yang diekspor meningkat.
Angka kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (DMO) batubara—yang seharusnya mencapai 24,72 persen dari total produksi nasional—turun menjadi 17 persen.
Sementara itu, ekspor batubara yang pada awalnya diproyeksikan 260 juta ton pada tahun 2011, malah melonjak menjadi 340 juta ton. Dengan situasi itu, pada tahun 2013, ekspor batubara akan mendekati 500 juta ton.
Ini menyedihkan karena batubara seharusnya diperlakukan sebagai energi. Batubara merupakan satu-satunya sumber daya alam selain minyak yang kandungan karbonnya terbesar sehingga bisa menjadi bahan bakar.
”Rendahnya DMO menyebabkan peran batubara sebagai pendorong ekonomi (melalui pembangkit listrik tenaga uap yang menggerakkan industri) sangat minim. Itu harus menjadi pertimbangan penting kebijakan batubara ke depan,” ujar Singgih.