Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia dan Ekonomi Hijau

Kompas.com - 27/06/2012, 04:13 WIB

Unsur ekonomi hijau melingkupi dua dimensi lain, yaitu sosial dan lingkungan. Apa pun yang dilakukan, ketika dua dimensi itu tetap turun, kualitasnya bahkan rusak, maka tak layak suatu kegiatan disebut mempraktikkan ekonomi hijau.

Transfer teknologi, misalnya. Disebutkan, tujuannya menutup kesenjangan penguasaan teknologi antara negara maju dan negara berkembang. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju terkait teknologi.

Praktiknya justru mengerikan. Hal itu misalnya Thailand membuat teknologi yang ramah lingkungan untuk digunakan sendiri, sedangkan teknologi lamanya dijual ke negara-negara seperti Kamboja dan Laos dengan harga murah. ”Apakah itu yang disebut ekonomi hijau,” ujar Donatus Marut dari Forum LSM Internasional untuk Pembangunan Indonesia (INFID) mempertanyakan.

Sukhdev berkali-kali menegaskan, sisi sosial dan lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari ekonomi hijau. Presiden Yudhoyono mengangkat isu keadilan yang merupakan isu sosial. Presiden berkali-kali menyebutkan ”pertumbuhan dengan keadilan”. Apa yang sebenarnya dimaksud? Apakah itu berarti Indonesia akan memacu pertumbuhan dengan ”keadilan?” Sesuai dengan enam koridor pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, bisa berarti pertambangan masih terus didorong tumbuh demi pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan pertambangan, keadilan seperti apa yang diharapkan? Banjir? Hilangnya tanah subur? Hilangnya hak masyarakat lokal atas tanah setiap kali menghadapi korporasi besar penerima konsesi dari pihak pemerintah?

 Jika kita lihat Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan), ternyata temuan- temuan praktik yang tidak ramah lingkungan dan potensi membawa konflik sosial tidak langsung ditindaklanjuti untuk diajukan ke pengadilan. Proper hanya digunakan untuk menetapkan apakah sebuah perusahaan layak mendapat predikat emas atau sebaliknya hitam.

Saat ini tercatat setidaknya 38 titik konflik tambang antara masyarakat dan perusahaan. Rakyat ditangkap, ditembak, akibat konflik tambang. Gajah atau harimau mati di kawasan konsesi. Semua masih berlangsung hingga tahun 2012.

Saat Sukhdev ditanya, apakah konflik sosial dan hancurnya keanekaragaman hayati pertanda tidak diterapkannya ekonomi hijau? Dia menjawab dengan ucapan bernada tinggi, ”Anda (Indonesia) tidak memiliki ekonomi hijau.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Masuki Usia ke-20, Sido Muncul Beberkan Rahasia Sukses Kuku Bima

Masuki Usia ke-20, Sido Muncul Beberkan Rahasia Sukses Kuku Bima

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com