Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Tidak Anti Asing

Kompas.com - 20/07/2012, 08:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Persepsi anti asing atau memproteksi perbankan nasional dari investor asing tidak terbukti dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kepemilikan Saham Bank Umum. Aturan itu terkesan cenderung status quo dengan diskresi Bank Indonesia yang lebih besar.

Sebelum peraturan Bank Indonesia (PBI) itu terbit pada 13 Juli 2012, sempat muncul spekulasi bahwa BI akan membatasi kepemilikan asing pada perbankan di Indonesia. Namun, sebagaimana berkali-kali ditegaskan Gubernur BI Darmin Nasution, aturan tersebut berlaku bagi investor domestik dan asing.

Ekonom Bank Danamon Anton Gunawan menyampaikan, PBI ini bukan aturan yang mendiskriminasikan pihak asing. ”(Peraturan ini) mementahkan kekhawatiran bahwa terjadi pembatasan terhadap asing,” kata Anton kepada Kompas di Jakarta, Kamis (19/7/2012).

Pasal 5 PBI Nomor 14/8/PBI/ 2012 menyebutkan, calon pemegang saham pengendali yang merupakan warga negara asing dan atau badan hukum yang berkedudukan di luar negeri wajib memenuhi syarat berkomitmen mendukung pengembangan perekonomian Indonesia dan memperoleh rekomendasi dari otoritas pengawas dari negara asal.

Meski demikian, diskresi BI yang ditunjukkan melalui PBI ini lebih besar. Diskresi itu antara lain dalam hal menentukan sebuah bank sehat atau tidak serta boleh atau tidaknya langkah investor. ”Lebih baik ada bank yang bagus, tanpa memandang kepemilikan pihak, daripada bank yang rentan dengan politik kepentingan,” ujar Anton.

Namun, BI masih menolak berkomentar soal rencana DBS Group Holdings membeli saham Asia Financial Indonesia Pte Ltd pada Danamon. Sebelumnya, BI selalu menyatakan pembelian saham dari Fullerton Financial Holdings Pte Ltd itu baru akan diproses setelah aturan kepemilikan saham terbit.

Kepemilikan pemerintah pusat pada bank badan usaha milik negara (BUMN) dikecualikan dari batas maksimum kepemilikan saham bank. Saat ini, pemerintah pusat memiliki rata-rata 60 persen saham pada setiap bank BUMN, yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, dan Bank Tabungan Negara.

Ekonom BNI Ryan Kiryanto dan ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menyatakan, pengecualian tersebut wajar. Alasannya, bank BUMN memiliki peran khusus sebagai agen pembangunan. ”Bank pemerintah harus lebih baik dalam tata kelola dan kesehatan,” kata Destry.

Menurut Ryan, BI menekankan bank untuk menjaga tata kelola yang baik (good corporate governance) dan kesehatan bank. ”Langkah bank mengejar tata kelola dan kesehatan yang bagus akan menjadi budaya baru perbankan. Hal ini penting untuk menjaga daya tahan bank jangka panjang,” ujar Ryan. (IDR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com