Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ASEAN di Tengah Dinamika Baru

Kompas.com - 21/11/2012, 03:28 WIB

RENÉ L PATTIRADJAWANE

China menjadi tak terbendung untuk memecah belah ASEAN ketika konferensi tingkat tinggi tahunan tak bisa menghasilkan resolusi terkait kode berperilaku di Laut China Selatan. Ini yang kedua kali dalam empat bulan, China mencegah tercapainya kesepakatan pembahasan kode tata berperilaku (COC) di kawasan yang menjadi sengketa enam negara itu.

Kamboja sebagai tuan rumah KTT ASEAN menyatakan tak akan melakukan internasionalisasi klaim kedaulatan di Laut China Selatan. Hal ini langsung dijawab Presiden Filipina Benigno S Aquino III, yang berkeras bahwa kedaulatan negaranya (atas Laut Filipina Barat) tidak harus melalui melalui ASEAN.

Klaim tumpang tindih Laut China Selatan bertambah panas setelah bergesernya kebijakan poros Amerika Serikat dengan menempatkan 60 persen kekuatan angkatan laut di seluruh dunia ke Asia Pasifik. Pernyataan Aquino bisa dilihat sebagai hal yang mengancam stabilitas dan keutuhan ASEAN sebagai organisasi paling dinamis sejak berakhirnya Perang Dingin.

Ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan perkembangan situasi ASEAN ini. Pertama, gagasan masyarakat ASEAN yang dicanangkan dimulai pada akhir tahun 2015 tidak punya modalitas memadai untuk menjadi masyarakat kawasan. Perilaku masing-masing anggota, dalam hal ini Kamboja dan Filipina, tak merefleksikan kebersamaan sebagai kesatuan utuh dalam masyarakat ASEAN.

Memang tak mudah menerjemahkan warisan kekuatan dan keutuhan ASEAN menjadi masyarakat regional yang utuh, berbeda dengan Eropa. Lebih mudah bagi warga Eropa untuk menyebutkan, ”Kami adalah orang Eropa” daripada warga ASEAN untuk menerima, ”Kami adalah orang ASEAN”.

Faktor kedua, ketidaksepakatan ASEAN yang menghilangkan kebersamaan melihat persoalan Laut China Selatan dalam kerangka yang komprehensif, seperti prinsip enam butir ASEAN tentang Laut China Selatan yang disepakati 20 Juli lalu, menjadi peluang bagi AS untuk berperan lebih aktif. Jelas maksud Filipina dengan ”tidak melalui rute ASEAN” mengacu pada aliansinya dengan AS bila klaim tumpang tindih kedaulatan di wilayah itu tereskalasi menjadi konflik terbuka. Hilangnya kebersamaan di dalam ASEAN menjadi peluang masuknya kekuatan luar kawasan untuk ikut campur persoalan regional, termasuk ekonomi dan perdagangan.

Faktor ketiga, China tetap pada prinsipnya menolak multilateralisasi klaim tumpang tindih kedaulatan di Laut China Selatan. Di sisi lain, China sangat yakin masalah Laut China Selatan masih terkendali, seperti disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Fu Ying pekan lalu di Kamboja.

Dalam beberapa tahun terakhir, China dan ASEAN mampu mengendalikan isu ini agar tidak meningkat menjadi konflik. Langkah awal Menlu RI Mary Natalegawa membuka hubungan langsung menjadi penting untuk mencegah konflik terbuka.

Dalam skala lebih luas, persoalan ASEAN perlu penanganan komprehensif agar isu Laut China Selatan tak menyeret mekanisme kerja sama ekonomi dan perdagangan. Regionalisasi ASEAN yang dinamis memasuki keseimbangan baru melalui perjanjian, seperti ASEAN Regional Comprehensive Economic Partnership atau US-ASEAN Expanded Economic Engagement untuk mengelola pasar ekonomi dan perdagangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com