Salah satu kriteria untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP) melonjak tinggi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini, Jumat (4/1), di Jakarta, menegaskan, setiap kenaikan harga rata-rata ICP sebesar 10 dollar AS per barrel di atas asumsi, subsidi BBM diperkirakan bertambah Rp 20 triliun.
Asumsi ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 sebesar 100 dollar AS per barrel, sedangkan ICP pada Desember 2012 sudah 106,9 dollar AS per barrel. ”Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter, dana subsidi yang bisa dihemat sekitar Rp 50 triliun,” kata Rudi.
Kenaikan ICP itu tergantung pada situasi geopolitik di Timur Tengah. Jika terjadi ketegangan politik di kawasan itu, harga ICP bisa melonjak hingga 120 dollar AS per barrel. ”Jadi, dana penghematan subsidi Rp 14 triliun dari kenaikan tarif tenaga listrik tahun ini tidak bisa digunakan untuk menambal pembengkakan subsidi,” katanya.
Selain itu, lonjakan harga minyak dunia juga akan mengakibatkan belanja BBM dalam APBN menjadi tinggi. Sebagai negara importir minyak, Indonesia membutuhkan dollar AS untuk kegiatan impor minyak mentah dan produk BBM. ”Jadi, kenaikan subsidi BBM tidak hanya disebabkan ICP, tetapi juga karena kenaikan volume impor BBM,” kata Rudi.
Kuota BBM bersubsidi dalam APBN 2013 ditetapkan 46 juta kiloliter. Dengan kenaikan jumlah kendaraan bermotor, serapan BBM bersubsidi tahun ini diperkirakan 48 juta-50 juta kiloliter. Ini lebih tinggi dari realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun 2012, yakni 45,27 juta kiloliter.
”Kenaikan volume BBM bersubsidi itu dipenuhi dengan impor karena produksi minyak nasional konstan, malah turun sedikit. Jadi, volume impor minyak dan BBM tahun ini diperkirakan naik 10 persen dari tahun lalu,” ujarnya.
Kementerian ESDM mencatat, kebutuhan konsumsi BBM nasional tahun 2012 sebesar 1,4 juta barrel per hari. Jika produksi minyak nasional 850.000 barrel per hari, sekitar 65 persen di antaranya merupakan bagian dari pemerintah. Sisanya sekitar 25 persen merupakan penggantian biaya operasi migas oleh negara (cost recovery) dan antara 10-11 persen merupakan bagian kontraktor kontrak kerja sama.
Jadi, minyak mentah produksi dalam negeri yang menjadi bagian pemerintah hanya sekitar 552.500 barrel per hari sehingga volume impor produk BBM dan minyak mentah untuk dikelola di kilang minyak dalam negeri sebesar 847.500 barrel per hari.