Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merevitalisasi Pelabuhan Indonesia

Kompas.com - 19/02/2013, 07:22 WIB
Haryo Damardono

Penulis

Persoalannya, dengan segala benang kusut di pelabuhan-pelabuhan kita, dari sisi manakah memulai pembenahan?

Pengamat maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Saut Gurning mengatakan pembenahan pengangkutan laut sebaiknya dimulai dari pembenahan pelabuhan. Perdalam dahulu alur dan kolam pelabuhan. Soal dana dapat diatur. Dapat saja setoran Pelindo ke negara dikurangi, tetapi ditugasi untuk mengeruk alur yang seharusnya tugas pemerintah, ujar dia.

Ketika pelabuhan sudah memadai untuk disandari kapal besar, maka perusahaan-perusahaan pelayaran nasional tinggal didorong untuk membeli kapal yang lebih besar dan efisien. Supaya permodalan lebih kuat, dapat saja membentuk konsorsium, ujar Saut.

Wakil Ketua Umum Persatuan Pengusaha Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (Indonesia National Shipowners Association/ INSA) Asmari Herry juga berpendapat pembenahan angkutan laut harus dimulai dari revitalisasi pelabuhan.

Tidak usah menyuruh kami membeli kapal besar supaya efisien. Andai kedalaman pelabuhan cukup, kami pasti beli kapal besar, kata Asmari, ditemui Kompas pada pekan lalu. Teorinya, pengoperasian kapal besar lebih efisien sebab lebih hemat bahan bakar, dan ruang kapal untuk kargo lebih besar.

Pendulum Nusantara
Pengerukan alur dan kolam pelabuhan memang di butuhkan untuk mewujudkan visi baru bernama Pendulum Nusantara. Sebuah visi, yang diperkenalkan setahun terakhir, meski pelayaran nasional antarpulau telah berlangsung ratusan tahun.

Enam pelabuhan utama ditargekan masuk dalam koridor pendulum nusantara, yakni Belawan, Batam, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Sorong. Untuk menghubungkan enam pelabuhan utama tersebut, pemerintah menargetkan penggunaan kapal-kapal berukuran 3.000-3.500 TEUs.

Sementara kapal-kapal berukuran 500-1.500 TEUs melayari pelabuhan-pelabuhan cabang seperti Banjarmasin, Balikpapan, Kumai, untuk kemudian mengonsolidasikan peti kemas di pelabuhan utama.

Persoalannya, kapal ukuran 3.000 TEUs hanya dapat sandar di pelabuhan berkedalaman 12-14 meter. Di Indonesia, hari ini, detik ini, hanya Pelabuhan Tanjung Priok yang sedalam 14 meter, sementara Belawan, Batam, Jayapura, dan Tanjung Perak rata-rata kedalamannya hanya 7-9 meter.

Kabar baiknya, PT Pelindo III punya rencana terperinci tentang pengerukan alur Surabaya West Access Channel . Kini kedalaman alur itu hanya 9,5 meter dengan lebar 100 meter, a kan ditingkatkan pada tahun 2013 menjadi sedalam 13 meter dengan lebar 150 meter, kemudian pada tahun 2014 menjadi sedalam 14 meter dengan lebar 200 meter. Nantinya, alur itu dapat dilintasi dua kapal.

Dalam presentasinya di Bappenas pada awal bulan Februari 2013, Direktur Utama Pelindo III Djarwo Surjanto juga mengungkapkan upaya penataan terminal peti kemas. "Waktu tunggu kapal peti kemas domestik akan turun dari 4 hari menjadi 1 hari. Produktivitas bongkar muat peti kemas dari 8-10 boks per jam menjadi 18-20 boks per jam," ujarnya.

Namun Pelindo II telah lebih dahulu melangkah. Meski pengerukan alur tanggungjawab pemerintah, Pelindo II sejak tahun 2011 mengambilalih pengerukan Pelabuhan Bengkulu. Dengan biaya Rp 200 miliar, alur diperdalam dari 3,2 meter menjadi 10 meter.

Pelindo II berani berinvestasi besar-besaran oleh karena menyadari pertumbuhan ekonomi Bengkulu, juga tergantung pada kelancaran logistiknya. Investasi pengerukan juga nantinya akan dikembalikan dengan dikenakannya tarif kanal bagi perusahaan pelayaran termasuk pengangkutan batubara.

Dari tahun 2012 hingga 2013 ini, Pelindo II juga membenahi secara bertahap Pelabuhan Pontianak dan Boom Baru di Palembang.

Pada awalnya, peti kemas di dua pelabuhan tersebut ditempatkan secara manual, namun kini sistemnya telah dibangun. Keberadaan peti kemas menjadi lebih mudah ditelusuri. Tidak ada lagi keraguan untuk menumpuk hingga 7 tingkat peti kemas untuk mengoptimalkan lapangan penumpukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com