Beberapa kesalahan pada karya pertama, seperti potensi hubungan arus pendek listrik, serta bentuk yang kurang menarik sudah diatasi. Sepatu kedua didesain kedap air.
”Tetapi, saya agak sedih juga saat pameran ada mahasiswa Malaysia yang bertanya terlalu dalam soal fisika. Saya belum bisa jawab. Malah dia bilang saya bodoh. Katanya, orang Indonesia enggak ada apa-apanya dibanding orang Malaysia,” ujarnya. ”Tapi saya diamkan saja. Kalau saya tanggapi, artinya saya sama saja dengan dia,” lanjutnya.
Ia mengaku masih ingin menyempurnakan karyanya itu, mematenkannya, lalu memproduksinya secara massal. Dengan begitu, hal itu bisa membantu mengurangi tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan di Jabodetabek, bahkan di Indonesia.
Dia berharap ada pengusaha swasta yang tertarik memproduksi sepatu tersebut. Dengan produksi massal, biaya bisa ditekan dan sol sepatu bisa dibuat lebih tipis.
”Sudah ada dua orang yang tertarik, tetapi masih belum ada pembicaraan lebih lanjut. Kami sudah berkonsultasi dengan instansi terkait di Pemerintah Kota Bogor, tetapi mungkin belum ada kesempatan,” kata Wakil Kepala SMPN 1 Kota Bogor Budiman Budi Wibowo.