Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Kedelai, Nasib Miris Produsen Makanan Rakyat

Kompas.com - 28/08/2013, 08:04 WIB


KOMPAS.com -
Seperti jatuh ke lubang yang sama, produsen tempe dan tahu kini sedang mengulang episode kenaikan harga kedelai setiap terjadi gejolak nilai tukar rupiah. Belitan masalah yang dihadapi produsen makanan rakyat ini terjadi karena ketergantungan terhadap produk bahan baku impor tinggi.

Sambil mendengarkan radio, Dadi (20) mengencerkan gilingan kedelai rebus dengan air di rumah produksi tahu di Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (27/8/2013). Dadi merasa kesepian karena tidak ada yang menemani. ”Dua hari ini saya kerja sendiri,” ujarnya.

Dua teman kerja Dadi, Cece (35) dan Qoyum (24), pulang ke kampung di Majalengka, Jawa Barat, sejak Senin (26/8). Keduanya jadi korban berkurangnya aktivitas produksi karena permintaan tahu turun. Ketimbang menganggur, Cece dan Qoyum memilih pulang kampung.

Dadi dan kawan-kawan biasanya mengolah 4-6 karung atau 2-3 kuintal kedelai per hari. Namun, sejak harga jual tahu dinaikkan rata-rata Rp 2.000 per loyang (ukuran 50 cm x 50 cm) jadi Rp 22.000 dan Rp 32.000 per loyang (bergantung pada ketebalan), pedagang pengecer mengurangi permintaan.

Pemilik usaha tempat ketiganya bekerja, pasangan Cecep (58)-Encan (48), mengaku tak punya pilihan untuk menyiasati situasi itu, kecuali mengurangi produksi. ”Harga kedelai terus naik sejak sebelum Ramadhan, dari Rp 6.600 kini menjadi Rp 9.300 per kilogram,” kata Encan.

Hal sama menimpa ratusan pengusaha tempe dan tahu di Kedaung, Pamulang, Tangerang Selatan. Maman, pemilik pabrik tahu, mengatakan, jika harga kedelai tidak kembali normal, ia akan memulangkan pekerjanya ke kampung halaman.

”Kami mengurangi produksi hingga 50 persen lebih. Jika sebelumnya bisa mengolah 1 ton kedelai, kini paling 3-4 kuintal sehari. Kalau harga sudah normal, baru anak-anak kami panggil lagi,” kata Maman yang punya 20 pekerja asal Majalengka.

Transaksi turunRatusan pengusaha tempe dan tahu di Gondrong Kenangan dan Gang Jambu, Cipondoh, Tangerang, juga bersiasat sama. Caryoni, misalnya, terpaksa mengurangi tiga pekerjanya. ”Sekarang ini kami masih bisa bertahan dengan mengurangi produksi dan jumlah pekerja. Bahkan, pendapatan pas-pasan untuk modal usaha berputar saja sudah cukup bagi kami,” kata Caryoni (47).

Dampak berkurangnya produksi itu juga terlihat dari sepinya transaksi pembelian kedelai di Koperasi Serba Usaha (KSU) Berkah Amanah Sejahtera, Cipondoh. Sejak empat hari setelah Lebaran sampai hari ini, pembelian kedelai menurun.

”Pembelinya sepi. Dalam kondisi normal, kedelai terjual sampai 1,5 ton per hari. Namun, sekarang ini, penjualan tertinggi hanya 1 ton. Terkadang tidak sampai 1 ton,” kata Adi, pegawai KSU Berkah Amanah Sejahtera.

Bukan hanya produsen, kenaikan harga kedelai juga berpengaruh terhadap para pedagang makanan khas Indonesia ini. Pedagang tempe dan tahu di beberapa pasar di Jabodetabek, terpaksa mengurangi stok karena pembeli berkurang.

Di Pasar Kebayoran Lama dan Pasar Blok A di Jalan Fatmawati, Jakarta, makanan ini tetap dicari meski tingkat penjualan menurun. ”Saya biasanya bisa jual 20-30 papan tempe, sekarang bisa separuh saja sudah bagus. Sudah seminggu ini saya minta stok tempe paling banyak 10 papan,” kata Yan, pedagang di Kebayoran Lama.

Di Pasar Gondangdia, Jakarta, saat hari sudah siang, tempe dan tahu dagangan Slamet Riyadi (41) masih banyak tersisa, padahal pasar mulai sepi. ”Sejak harga mahal, dagangan saya sering bersisa. Tidak selalu habis,” ujar Slamet.

Tahu dan tempe yang dijajakannya adalah buatan sendiri. Kenaikan harga kedelai tidak membuat Slamet dan produsen lain serta-merta menaikkan harga. ”Saya pernah menaikkan harga tempe dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 setelah Lebaran, konsumen protes. Mereka tak mau membeli tempe dengan harga Rp 6.000,” katanya.

Pelanggan restoran yang kerap mengambil tempe-tahu dari Slamet juga menolak harga baru. Akhirnya, Slamet hanya bisa menyiasati keadaan dengan mengecilkan ukuran tempe dan tahu. Selain itu, dia juga hanya bisa pasrah menerima penurunan omzet dan keuntungan sampai 40 persen sebagai ekses kenaikan harga ini.

Melejitnya harga kedelai bukan sekali ini terjadi. Nasib produsen tahu dan tempe ini seperti mengulang kisah pada Juli 2012, saat harga kedelai melambung dari Rp 5.500 menjadi Rp 8.200 per kilogram. Ketika itu, ribuan produsen tempe dan tahu mogok produksi tiga hari sebagai bentuk protes kepada pemerintah. ”Pemerintah harus segera mengendalikan harga kedelai sehingga kami tidak gulung tikar,” kata Rujito, Bendahara Kopti Tangsel.

Kini ribuan pengusaha dan makanan rakyat ini menunggu realisasi stabilisasi harga kedelai. Mereka tidak ingin usahanya hancur. Mereka berharap tidak terbelenggu berkepanjangan oleh harga kedelai tinggi akibat ketergantungan kepada impor. (MKN/PIN/NEL/ART/RAY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com