Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Instruksikan Hentikan Alih Muat Kapal di Tengah Laut

Kompas.com - 04/11/2014, 14:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menginstruksikan penghentian alih muatan kapal ikan (transshipment) di tengah laut. Selain itu, Presiden juga meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatur kembali penangkapan ikan. Pemerintah tidak akan mengizinkan penangkapan ikan oleh nelayan asing atau kapal asing.

Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, di Jakarta, Senin (3/11/2014). ”Dalam sidang kabinet, Presiden menyatakan penghentian bongkar muat ikan di laut (transshipment),” katanya.

Oleh karena itu, menurut Andrinof, Menteri Kelautan dan Perikanan akan membuat regulasi terkait pelarangan alih muat kapal di laut dan penangkapan ikan oleh nelayan asing.

Selama ini, praktik transshipment menjadi modus penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian ikan. Ikan yang ditangkap langsung dilarikan ke luar negeri melalui alih muatan kapal di tengah laut.

Secara terpisah, Susi Pudjiastuti menyatakan, moratorium izin kapal akan ditindaklanjuti dengan penertiban kapal. Hal itu dikemukakan Susi dalam konferensi pers di Jakarta. Turut hadir Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suhardi Alius.

Peraturan menteri terkait moratorium izin kapal akan segera diberlakukan dan kini menunggu pengesahan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Moratorium direncanakan berlangsung selama enam bulan.

Selama moratorium berlangsung, pihaknya akan mengkaji zona penangkapan yang stok ikannya rendah dan menutup penangkapan tersebut guna pemulihan sumber daya ikan.

Susi menilai, moratorium izin kapal ikan tidak memangkas penerimaan negara. Penerimaan negara dari kapal ikan besar, khususnya kapal eks impor, masih sangat rendah. Penerimaan negara dari pungutan pengusahaan perikanan (PPP) hanya Rp 30 juta, sedangkan pungutan hasil perikanan (PHP) Rp 60 juta. Bahkan, negara kerap tidak mendapatkan PNBP, PPP, dan PHP. Adapun kapal besar itu berukuran rata-rata di atas 100 gros ton.

”Kapal-kapal eks asing kerap tidak tercatat ekspor ikannya. Mereka (kapal eks impor) hilang ataupun ada, tidak akan mengubah portofolio kita,” ujar Susi.

Dalam moratorium, tidak ada izin baru untuk kapal ikan dan perpanjangan izin kapal beserta seluruh alat tangkap. Kapal yang terbukti melanggar, menggunakan anak buah kapal asing, tidak melaporkan hasil tangkapan, ataupun tidak mendaratkan ikan dicabut izinnya.

Salah kelola

Susi menilai, terjadi kesalahan dalam pengelolaan perikanan, yakni membiarkan kapal ikan asing menangkap ikan dengan berlindung di balik instrumen penanaman modal asing. Ironisnya, ekspor ikan Thailand, Vietnam, Tiongkok, dan Malaysia, dengan wilayah laut yang lebih kecil daripada Indonesia, berkali lipat dibandingkan Indonesia.

Menurut Suhardi, praktik penangkapan ikan ilegal dilakukan oleh kapal ikan legal dan ilegal. Modus pelanggaran antara lain kapal berbendera ganda sehingga leluasa melarikan ikan dari Indonesia ke negaranya. (LKT/FER)

baca juga: Mooryati Soedibyo, Dian Sastro, dan Metakognisi Susi Pudjiastuti

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com