Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Perlu Tunjukkan Ketegasan

Kompas.com - 29/03/2015, 16:49 WIB

”Dulu, pemerintah bisa mengandalkan komoditas sebab permintaan di pasar global bagus. Namun, situasi sekarang berbeda. Komoditas penopang ekspor turut melemah seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,” tutur Johnny.

Sebagai contoh, harga komoditas unggulan seperti karet turun 74 persen dari puncaknya pada November 2014. Demikian pula harga batubara melorot 53 persen dan harga tembaga turun 32 persen (Kompas, 19/3).

Untuk jangka panjang, momentum pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS seharusnya menjadi titik dasar pemerintah untuk fokus terhadap pembangunan industri manufaktur. Sektor ini dinilai dapat memberikan kontribusi yang lebih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi.

Menurut data Kementerian Perdagangan (Januari 2015), industri manufaktur belum memberikan sumbangan berarti terhadap neraca perdagangan Indonesia. Nilai ekspor nonmigas Indonesia, misalnya, hanya 11,2 miliar dollar AS. Nilai ini menurun 6,2 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2014.

Lebih jauh, menurut Johnny, pemerintah perlu menyiapkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan industri manufaktur. Infrastruktur adalah kunci agar industri ini bisa berkembang. Infrastruktur yang dimaksud bisa meliputi jalan raya, pelabuhan, listrik, dan bandar udara. Jika itu dilakukan, transportasi dan proses produksi manufaktur mampu berjalan optimal.

Tutum menambahkan, untuk memperkuat industri manufaktur di Indonesia, pemerintah juga harus menggenjot pemanfaatan bahan baku dari dalam negeri. Tiga kementerian, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Perdagangan, telah menetapkan kewajiban tingkat komponen dalam negeri untuk barang elektronik, seperti telepon seluler, yaitu sebanyak 40 persen.

”Itu seharusnya bisa 100 persen sebab Indonesia sebenarnya mampu memproduksi bahan baku sendiri,” kata Tutum.

Untuk jangka pendek, pemerintah perlu segera menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. ”Kesempatan kerja harus diperluas agar bisa mengantisipasi banyaknya penganggur karena ketidakstabilan ekonomi,” kata Johnny.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penganggur terbuka, menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan selama kurun waktu 2004-2014, turun. Total penganggur terbuka pada November 2004 adalah 10.125.796 orang dan pada Februari 2014 terdapat 7.147.069 orang penganggur terbuka.

Meski turun, jumlah penganggur terbuka masih tetap didominasi mereka yang berlatar belakang pendidikan SD, SLTP, SLTA umum, dan SLTA kejuruan. Jumlahnya, dari 2004 ke 2014, tetap berkisar di atas satu juta orang. Di sisi lain, penganggur terbuka dengan latar belakang pendidikan diploma ataupun universitas tetap menyisakan persoalan. Jumlah penganggur selama kurun waktu 2004 hingga 2014 adalah 200.000-700.000 orang.

”Nasib masih banyaknya penganggur terbuka adalah pekerjaan pemerintah. Apakah Indonesia mau menciptakan lebih banyak penganggur?” ujar Johnny. (MED)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com