Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/06/2015, 15:45 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pemerintah Indonesia didesak bekerja sama dengan Pemerintah Tiongkok untuk menelusuri indikasi pelanggaran kapal MV Hai Fa asal Tiongkok. Kerja sama itu diperlukan jika pemerintah serius ingin memberantas praktik pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia dan membangun sektor kelautan dan perikanan.

Hal itu dikemukakan Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik di Jakarta, Minggu (7/6/2014). Riza mengatakan, pelepasan MV Hai Fa menjadi indikasi kuat bahwa ada persoalan serius di tingkat kementerian/lembaga dalam upaya penegakan hukum di laut. Kewibawaan dan ketegasan Pemerintah Indonesia sedang diuji untuk menelusuri dan menuntaskan kasus itu hingga menyentuh korporasi, baik perusahaan asal MV Hai Fa maupun perusahaan mitra di Indonesia.

Seperti diberitakan, MV Hai Fa dengan bobot mati 3.830 gros ton merupakan kapal pengangkut ikan terbesar yang pernah ditangkap aparat keamanan Indonesia. Penangkapan kapal itu dilakukan di Pelabuhan Umum Wanam, Kabupaten Merauke, Papua, 26 Desember 2014. Tanggal 1 Juni 2015, kapal berbendera Panama itu dilepaskan dan kembali ke negara asal, Tiongkok.

"Yang bisa dilakukan pemerintah tinggal bekerja sama dengan pemerintah asal kapal Hai Fa untuk menginvestigasi menyeluruh terkait kasus pelanggaran itu," ujar Riza.

Perusahaan MV Hai Fa selama ini bermitra dengan beberapa perusahaan penangkapan ikan di Indonesia untuk mengangkut ikan hasil tangkapan ke luar negeri. Pemerintah diminta tegas mengumumkan bahwa perusahaan asal kapal itu diduga melakukan pencurian ikan(illegal fishing) sehingga pasar melakukan disinsentif terhadap produk perikanan yang diangkut Hai Fa dan perusahaan mitranya.

Kerja sama Interpol

Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Illegal Fishing Mas Achmad Santosa, akhir pekan lalu, mengemukakan, pihaknya sedang melakukan konsolidasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mengajukan perkara baru MV Hai Fa. "Jika diperlukan, kami akan bekerja sama dengan pihak Interpol untuk menelusuri," katanya.

Perkara baru itu terkait sejumlah dugaan pelanggaran hukum di bidang perikanan (mutu dan kesehatan ikan), pelayaran, dan kepabeanan. Pelanggaran lain terkait pelepasan MV Hai Fa kembali ke negara asal tanpa disertai dokumen pelayaran yang sah. Selain itu, alat navigasi berupa sistem pelacakan otomatis (automatic identification system/AIS) dan sistem monitor kapal (VMS) tidak diaktifkan. AIS MV Hai Fa dimatikan terhitung sejak 17 April 2015 dan VMS dimatikan sejak 30 April 2015.

Mas Achmad menambahkan, konsolidasi dilakukan agar perkara baru MV Hai Fa mendapat dukungan semua pihak. Penanganan kasus itu membutuhkan penyamaan persepsi antar-penyidik (KKP, TNI AL, Polri), jaksa penuntut umum (kejaksaan) dan hakim. "Yang penting saat ini kami bekerja keras agar mampu menghadirkan kewibawaan hukum di mata pelaku illegal fishing," katanya. Ketiadaan MV Hai Fa secara fisik dinilai tak akan menghilangkan barang bukti dan menyurutkan pemerintah memproses dugaan pelanggaran hukum yang ada. (LKT)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kereta Cepat Whoosh Sudah Digunakan oleh 718.000 Penumpang

Kereta Cepat Whoosh Sudah Digunakan oleh 718.000 Penumpang

Whats New
3 Perusahaan Gas Teken Perjanjian Jual Beli untuk Pasok Industri di Aceh dan Sumut

3 Perusahaan Gas Teken Perjanjian Jual Beli untuk Pasok Industri di Aceh dan Sumut

Whats New
Apa Itu Asuransi: Pengertian, Unsur, Manfaat, dan Jenisnya

Apa Itu Asuransi: Pengertian, Unsur, Manfaat, dan Jenisnya

Earn Smart
Cara Menghitung Pendapatan Per Kapita dan Contohnya

Cara Menghitung Pendapatan Per Kapita dan Contohnya

Whats New
Rekrutmen Tamtama dan Bintara TNI AL 2024 Dibuka, Simak Persyaratannya

Rekrutmen Tamtama dan Bintara TNI AL 2024 Dibuka, Simak Persyaratannya

Work Smart
Luncurkan Iklan Terbaru, Sido Muncul Promosikan Pariwisata Indonesia ke Dunia Internasional

Luncurkan Iklan Terbaru, Sido Muncul Promosikan Pariwisata Indonesia ke Dunia Internasional

BrandzView
Perkuat Vokasi Standar Eropa, Kemenperin Gandeng Mitra Jerman dan Swiss

Perkuat Vokasi Standar Eropa, Kemenperin Gandeng Mitra Jerman dan Swiss

Whats New
Daftar UMK Kota Bandung 2024 dan 26 Daerah Lain di Jawa Barat

Daftar UMK Kota Bandung 2024 dan 26 Daerah Lain di Jawa Barat

Work Smart
Cek Promo 12.12 KAI, Beli Tiket Kereta Api Dapat Diskon 20 Persen

Cek Promo 12.12 KAI, Beli Tiket Kereta Api Dapat Diskon 20 Persen

Whats New
Tinggalkan Dollar AS, Transaksi Indonesia dan Korea Selatan Gunakan Rupiah dan Won Mulai 2024

Tinggalkan Dollar AS, Transaksi Indonesia dan Korea Selatan Gunakan Rupiah dan Won Mulai 2024

Whats New
Cara Transfer BSI ke BRI, BCA, BNI, dan Mandiri via BI Fast

Cara Transfer BSI ke BRI, BCA, BNI, dan Mandiri via BI Fast

Spend Smart
Keluh Kesah Bos Pizza Hut Usahanya Terimbas Gerakan Boikot Produk Israel

Keluh Kesah Bos Pizza Hut Usahanya Terimbas Gerakan Boikot Produk Israel

Whats New
10 Saham Paling Cuan Pekan Ini, Ada Dua Emiten Prajogo Pangestu hingga Kimia Farma

10 Saham Paling Cuan Pekan Ini, Ada Dua Emiten Prajogo Pangestu hingga Kimia Farma

Whats New
Mau Liburan Akhir Tahun? Simak Dulu Tips Libur 'Anti Boncos' Ini

Mau Liburan Akhir Tahun? Simak Dulu Tips Libur "Anti Boncos" Ini

Spend Smart
Gen Z dan Milenial, Yuk Manfaatkan Bonus Akhir Tahun untuk Investasi

Gen Z dan Milenial, Yuk Manfaatkan Bonus Akhir Tahun untuk Investasi

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com