Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi 2015 dan Krisis 1997

Kompas.com - 02/09/2015, 15:01 WIB

Program pemerintah Jokowi hanya terfokus pada percepatan pengeluaran APBN dan tidak menyentuh investasi modal swasta, peningkatan ekspor, dan pengeluaran konsumsi masyarakat. Perizinan usaha di tingkat pusat disederhanakan, tetapi di tingkat daerah belum berubah. Tingkat suku bunga di Indonesia tertinggi di ASEAN. BUMN Indonesia hanya jago kandang dan tidak mampu bersaing di pasar dunia. Larangan dan kuota impor semakin luas sehingga sistem perdagangan semakin restriktif dan inward-looking. Tidak ada perbaikan administrasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan.

Kemampuan departemen teknis dan pemda menghabiskan anggaran sangat terbatas. Setelah 15 tahun reformasi belum ada upaya meningkatkan kemampuan mereka melaksanakan ketiga UU Keuangan Negara tahun 2003 dan 2004. Ketiga UU itu menggunakan pembukuan modern dua sisi dengan sistem pelaporan terjadwal. Pemda tidak punya perencana dan aparat pewujud tanggung jawabnya: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Dalam jangka pendek, ekonomi Indonesia mengalami kesulitan likuiditas. Tidak punya cukup dollar untuk membelanjai transaksi dagang dan modal luar negerinya. Gubernur BI menyebut bahwa ia akan minta bantuan dari Jepang, RRT, dan Korea Selatan dengan fasilitas imbal beli (currency swap) dalam rangka Chiang Mai Initiative (CMI). Akan tetapi, kemampuan ketiga negara itu untuk memberikan bantuan sangat terbatas karena kesulitan ekonomi dalam negeri. Selain itu, meminta dana CMI dalam jumlah besar juga perlu restu IMF.

Keadaan ekonomi RRT sekarang kira-kira sama dengan AS 2008, yang dilanda krisis keuangan karena terlalu banyak kredit real estat. Untuk menghindari krisis 2008, RRT mengekspansi kredit bank untuk membangun infrastruktur dan real estat. Selama ini, mesin penggerak pertumbuhan ekonomi negara itu adalah ekspor dan investasi modal. Sekarang, banyak rumah dan kantor di RRT tanpa penghuni dan jalan raya tanpa mobil. Akibatnya, sistem perbankan rapuh dan pasar modalnya anjlok. Belakangan ini RRT menurunkan tingkat suku bunga kredit bank untuk memacu konsumsi masyarakat sebagai penggerak ekonomi.

Negara yang punya uang saat ini adalah AS. Mampukah Presiden Jokowi meyakinkan AS dan negara donor lain untuk memberikan pinjaman lunak dan hibah?

Anwar Nasution, Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi UI

--
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Ekonomi 2015 dan Krisis 1997".


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com