”Banyak pula pelaku usaha yang meminta agar PPN tidak dikenakan di muka untuk produk yang belum mengalami kenaikan nilai, seperti kapas, kakao, dan kopi,” ujar Hariyadi.
Menurut Hariyadi, hambatan nontarif pun perlu diefektifkan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor. Upaya ini dilakukan untuk mempertahankan industri dalam negeri sehingga pengusaha bisa mencegah PHK.
Dampak kebijakan
Pemimpin Perusahaan Bosowa Erwin Aksa berharap paket kebijakan pemerintah, terutama dalam peningkatan investasi sektor properti, bisa mendorong pertumbuhan industri semen kembali ke level 5 persen tahun depan. Dari sisi permintaan, paket kebijakan diharapkan bisa meningkatkan permintaan properti sehingga industri pendukung, seperti industri semen, juga bisa meningkat lagi.
Menurut Erwin, saat ini kapasitas terpasang industri semen mencapai 80 juta ton per tahun. Namun, permintaan hanya 65-70 juta ton dalam setahun.
”Kalau paket kebijakan untuk sektor properti berjalan efektif, dalam dua sampai tiga tahun ke depan pasokan dan permintaan semen akan berimbang. Selain meluncurkan paket kebijakan untuk properti, pemerintah juga harus mendorong daya beli supaya permintaan naik,” katanya.
Pertumbuhan sektor properti memang menjadi andalan industri semen untuk menghidupkan lagi pertumbuhan. Penyebabnya, komposisi semen dalam pembangunan properti mencapai sekitar 30 persen.
(baca juga: Jokowi Akui Paket Kebijakan Tak Bisa Langsung Kuatkan Rupiah)
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia Fajar Budiono menambahkan, pemberian dukungan harga gas murah bagi industri petrokimia diyakini akan memberi dampak berganda. Serapan tenaga kerja langsung di industri hilir, seperti industri plastik, sangat besar, lebih dari 1 juta orang.
”Sebagai gambaran, satu orang pekerja mampu memproduksi 2 ton per tahun. Padahal, produksi plastik industri dalam negeri dalam satu tahun 2,8 juta ton,” ujar Fajar.