Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: Jangan "Grusa-grusu" Mendorong Produksi Garam

Kompas.com - 07/10/2015, 15:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam meningkatkan produksi garam. Faisal menyatakan, pemerintah harus melihat betul daerah-daerah dengan kebutuhan garam tinggi, dan sentra produksi yang akan dikembangkan. Sebab, masalah utama yang dialami komoditas ini adalah sensitivitasnya terhadap ongkos angkut.

“Ongkos angkut menjadi paling penting. Kalau kita hebat (produksinya) di NTT pun itu tidak feasible ngangkut ke Jawa, dibandingkan (impor) dari Australia. Jadi jangan ambisius mendorong produksi garam di bukan daerah konsumsi. Jangan grusa-grusu,” kata Faisal dalam sebuah diskusi terbatas, di Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Faisal mengatakan, jika pemerintah tidak memetakan sentra produksi dan pasar garam, yang terjadi justru harga garam rakyat menjadi mahal. Kalau sudah begini, lanjut dia, pemerintah bisa jadi kesulitan sendiri. Sebab, harga garam impor menjadi lebih murah jika dibandingkan garam lokal.

“Lantas kita proteksi, larangan impor, dan lain-lain,” ucap Faisal.

Tim Pakar PUGAR Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Misri Gozan menambahkan, memang wilayah Nusa Tengara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki ‘kemewahan alam’ yang hampir sama dengan Australia untuk pengembangan garam rakyat. Kedua provinsi tersebut memiliki humiditas udara (kelembaban) yang rendah.

Akan tetapi, sentra produksi garam bisa juga dikembangkan di luar daerah tersebut. Solusinya adalah dengan penerapan teknologi. Misalnya, untuk mempercepat proses kristalisasi bisa dilakukan dengan ramsol atau adhirama, sistem ulir ataupun sistem seperti yang diterapkan di Nagekeo.

“Untuk mengatasi kendala cuaca, bisa dilakukan dengan pemanasan menggunakan rumah kaca. Tapi memang ini agak boros,” kata Misri.

Misri memaparkan, produktivitas di sentra produksi garam di Indonesia berbeda-beda. Salah satu penyebabnya, tergantung cara atau proses kristalisasi garam. Contohnya, pada tahun 2012 rata-rata produktivitas garam di Aceh sangat tinggi mencapai 169,58 ton per hektar. “Aceh produktivitasnya sangat tinggi karena air laut direbus. Ini boros sekali energi,” kata dia.

Pada periode sama, produktivitas garam di daerah lain berkisar antara 30 -120 ton per hektar, seperti di Gorontalo (30 ton), NTT (44,63 ton), Sulawesi Selatan (63,65 ton), Sulawesi Tengah (75 ton), NTB (98,53 ton), Jawa Timur (94,29 ton), Jawa Barat (98,85 ton), Jawa Tengah (104,25 ton), dan Bali (119,28 ton).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com