Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Divestasi Freeport Tinggal Persoalan Kemauan Pemerintah

Kompas.com - 17/10/2015, 14:01 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, tidak seharusnya pemerintah menggiring opini publik bahwa pelepasan saham (divestasi) PT Freeport Indonesia lebih bagus jika melalui mekanisme penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO).

“Saya kira kalau pemerintah tidak punya komitmen yang kuat untuk membeli, soal tidak punya dana itu bisa menjadi alasan untuk meluluskan atau memuluskan rencana IPO tadi,” ucap Marwan ditemui usai diskusi di bilangan Menteng, Jakarta, Sabtu (17/10/2015).

Marwan mengatakan, berkaca dari pengalaman divestasi PT Newmont Nusa Tenggara, seharusnya pemerintah sadar bahwa benefit dari divestasi tidak akan dinikmati oleh masyarakat. (baca: Ini Komentar Wapres soal Divestasi Freeport)

Marwan menceritakan, Jusuf Kalla yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, sudah mendukung supaya divestasi Newmont dibeli PT Antam (Persero).

“Tapi waktu itu berlawanan dengan Pak Agung Laksono, Pak SBY, sama Pak Aburizal sebagai Menkokesra. Lalu DPR-nya juga terkooptasi. Maka kalahlah Pak JK. Tergadailah itu, terjuallah ke Bakrie,” imbuh Marwan.

Menurut Marwan, tidak benar jika pemerintah beralasan tidak bisa menyiapkan anggaran untuk mengambil saham yang dilepas Freeport. (baca: Rizal Ramli: Freeport Paling "Mencla-Mencle" soal Divestasi)

Di Papua sana, kata dia, ada cadangan jutaan pound emas dan miliaran ton tembaga. Artinya, Marwan menambahkan, ini adalah aset pemerintah RI yang boleh dijadikan jaminan untuk mendapatkan pembiayaan.

Marwan juga mengatakan, cadangan terbukti dijadikan jaminan utang, biasa dilakukan oleh para kontraktor migas. Dia mencontohkan salah satunya Total di Blok Mahakam.

Sehingga, kata dia, urusan divestasi Freeport ini tinggal persoalan kemauan dari pemerintah. (baca: Menkeu: Emasnya di Indonesia, Masa Freeport IPO di AS?)

“Tapi seperti yang saya sebut tadi waktu Pak Satya (Komisi VII DPR) bicara, ini masalah moral hazard. Memang pada dasarnya pemerintah itu punya masalah, di moral. Ada temennya, ada pengusaha yang sebagian ingin masuk. Lalu dicari-carilah alasan supaya pemerintah itu tidak membeli saham. Itu sama kasusnya seperti Newmont,” pungkas Marwan.

Sementara itu, ditemui di sela-sela rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menegaskan pemerintah belum melakukan pembahasan terkait divestasi Freeport.

Atas dasar itu, anggaran untuk membeli saham anak usaha Freeport McMoRan itu pun belum disiapkan.

Saat ditanya, apakah pemerintah tidak ingin mengambil benefit lebih dari Freeport, Bambang hanya menjawab bahwa mereka akan memperjuangkan kenaikan royalti.

Lantas, ketika disinggung ada kesempatan mengambil saham yang dilepas, Bambang kembali angkat tangan.

“Ya, duitnya dari mana? Kan harus ada duit,” ucap Bambang, Kamis (15/10/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com