Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Harus Berani Berkompetisi

Kompas.com - 27/11/2015, 15:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com  - Kompetisi menjadi keniscayaan dalam kehidupan antarbangsa pada zaman modern ini. Menutup diri dari dunia luar bukanlah solusi. Untuk itu, Indonesia harus meningkatkan daya saing nasional dengan berbagai perbaikan di dalam negeri.

 ”Visi ke depan adalah visi kompetisi. Tidak ada yang lain. Harus berani. Tidak ada kata yang lain. Sudah enggak bisa ditolak. Tidak bisa kita bilang enggak mau. Enggak mungkin kita berniat menjadi negara tertutup karena ekonomi kita sudah lama terbuka,” kata Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam acara Kompas100 CEO Forum di Jakarta, Kamis (26/11/2015).

Acara yang digelar Kompas dan BNI ini mengangkat tema ”Memantapkan Perekonomian Indonesia 2016”. CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, Wakil Direktur Utama BNI Suprajarto, Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo, dan sejumlah CEO hadir dalam acara ini.

Acara ini dimoderatori Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono. Narasumber sesi I adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Pariwisata Arief Yahya, dan Menteri Perindustrian Saleh Husin.

Sesi II menghadirkan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad.

Menurut Presiden, isu yang selalu dibicarakan dalam berbagai acara internasional adalah integrasi kawasan dan integrasi ekonomi. Jamak terjadi keluhan antarnegara tentang hambatan tarif dan nontarif sehingga produk mereka tidak bisa masuk ke negara lain.

”Jadi, kuncinya adalah persaingan. Kuncinya kompetisi. Kuncinya efisiensi. Kuncinya adalah kemudahan-kemudahan dalam membuat aturan,” kata Presiden yang menyampaikan pidato tanpa teks selama sekitar 30 menit.

 Menurut Presiden, pemerintah bermaksud bergabung dalam sejumlah skema kerja sama perdagangan bebas. Ini penting agar Indonesia tidak tertinggal dan kehilangan peluang dalam perekonomian global.

Setelah integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN per 31 Desember 2015, Indonesia akan bergabung, misalnya, dengan Kemitraan Trans-Pasifik dan Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa.

Indonesia, lanjutnya, bisa memilih untuk tidak bergabung dengan perjanjian kerja sama perdagangan bebas tersebut atau yang lain. Namun, konsekuensinya, produk Indonesia akan kesulitan bersaing karena produk Indonesia akan terkena tarif, sementara produk negara lain yang tergabung dalam kerja sama tersebut bebas tarif.

”Kita harus memaksa diri kita, baik pemerintah pusat, provinsi, daerah, kota, swasta, maupun BUMN, semuanya. Karena itu, ke depan memang hanya satu, kompetisi. Tidak ada yang lain. Di mana negara yang semakin efisien dan memberi kemudahan kepada dunia usaha, itulah yang akan memenangi pertarungan. Hanya, sekarang negosiasinya seperti apa,” tutur Presiden.

Hal terpenting yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan produk Indonesia secara detail. Selanjutnya, pemerintah akan berusaha bernegosiasi.

”Tekad kita harus itu. Bukan kita grogi dan takut sebelum bersaing. Kita harus optimistis. Ya, memang peperangannya ada di situ. Bagaimana menyiapkan amunisinya, lembaganya, regulasinya, sehingga kita bisa memenangi pertarungan,” kata Presiden.

Untuk itu, Presiden menambahkan, pemerintah sedang dan akan terus mengerjakan agenda-agenda penting, di antaranya membangun infrastruktur, seperti konektivitas, sehingga biaya logistik menjadi lebih murah. Selama ini, biaya logistik Indonesia tinggi sehingga barang menjadi tidak kompetitif.

Selain itu adalah industrialisasi dengan tujuan mengekspor barang, minimal barang setengah jadi. Dengan demikian, Indonesia menikmati nilai tambah. Industri dimaksud terutama padat karya. Hal ini mengingat 66 persen tenaga kerja di Indonesia adalah lulusan SD-SMP dan SMA/SMK. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan insentif sesuai kebutuhan itu.

Meski demikian, Presiden juga berjanji akan mendukung industri berbasis ekonomi digital yang sedang berkembang. Sebab, inilah tren perdagangan global ke depan.

”Kita ini sekarang ada pada ring 1 yang diminati investasi. Pada posisi ini, kita juga harus pilih-pilih, mana yang kita butuhkan. Jangan sampai justru kita buka investasi yang menguras sumber daya alam kita,” ujarnya.

Agenda penting lain yang sedang dikerjakan pemerintah adalah deregulasi. Saat ini masih ada ribuan aturan, mulai dari tingkat daerah sampai pusat, yang bukannya memberi fasilitas, tetapi justru menghambat pelaku usaha. Di pusat, tugas penyederhanaan perizinan dan aturan diserahkan kepada menteri.

Tidak takut

Dalam sesi tanya jawab dengan Presiden, CEO dan pendiri Bukalapak.com, Achmad Zaky, menegaskan, anak-anak muda yang merintis bisnis berbasis internet tidak pernah takut berkompetisi dengan pengusaha sejenis dari luar negeri.

Para pebisnis berbasis internet dari Indonesia, kata Zaky, bahkan bermimpi untuk bisa berkompetisi dan memenanginya.

”Sebagian besar pemilik bisnis berbasis internet dari luar negeri adalah anak-anak muda juga. Mereka bisa sukses, kami pun bisa karena kompetisi adalah sesuatu yang harus dan akan kami hadapi,” lanjutnya.

Akan tetapi, para pebisnis berbasis internet dari Indonesia, katanya, menghadapi persoalan ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni dalam teknologi tinggi. Akhirnya, para perintis bisnis berbasis internet di Indonesia terpaksa menggunakan sumber daya manusia dari luar negeri.

Terkait dengan daya saing, Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Adityawarman menuturkan, kebijakan pemerintah berhasil mempercepat proses pembebasan lahan. Namun, setelah masalah pembebasan lahan bisa diatasi, pembangunan jalan tol menghadapi kendala karena umumnya terjadi arus kas negatif sejak proyek dimulai sampai sekitar delapan tahun kemudian.

Adityawarman berharap pemerintah bisa memberikan insentif untuk pembangunan jalan tol. ”Salah satu yang kami harapkan adalah insentif berupa pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang bisa dibayar setelah arus kas menjadi positif,” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro juga menekankan pentingnya Indonesia untuk mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru. Hal ini krusial mengingat sumber pertumbuhan ekonomi yang ada selama ini mulai meredup.

Sumber pertumbuhan yang meredup itu adalah komoditas primer. Pada 2011-2012, harga komoditas primer masih meroket. Ekspor Indonesia pun menjulang. Hal ini yang menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6 persen selama periode itu. Namun, sejak 2014, harga komoditas anjlok sejalan dengan penurunan harga minyak dunia. (LAS/AHA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 November 2015, di halaman 1 dengan judul "Indonesia Harus Berani Berkompetisi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com