Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rhenald Kasali
Guru Besar Manajemen

Akademisi dan praktisi bisnis yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sejumlah buku telah dituliskannya antara lain Sembilan Fenomena Bisnis (1997), Change! (2005), Recode Your Change DNA (2007), Disruptions, Tommorow Is Today, Self Disruption dan The Great Shifting. Atas buku-buku yang ditulisnya, Rhenald Kasali mendapat penghargaan Writer of The Year 2018 dari Ikapi

Kelas Menengah Baru, Tegar atau Cengeng?

Kompas.com - 03/10/2016, 05:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Saya juga heran bagaimana artis tadi bisa mengatakan bau. Tapi bisa saja itu terjadi, bukan?

Di Bandara Changi atau KL yang juara dunia dalam kemegahan dan pelayanan itu, kadang hal serupa juga kita alami sebagai penumpang. Dan biasanya kita pun maklum saja.

Tapi terlepas dari kerewelan penumpang, saya selalu mengatakan begini, "Beruntung kita diberitahu, artinya itu konsultasi gratis. Sebab tak ada hal baru yang langsung sempurna. Kita masih mengalami air mati tiba-tiba. Lihat saja, ada laki-laki tukang pipa memperbaiki kran saat ibu-ibu ada di dalam. Itu tidak pantas. Kalau tak diberitahu pelanggan kita tak pernah tahu. Juga kalau penumpang tak ribut, mana kita tahu sistem telah bekerja,"

Yang Tegar

Kelompok lain yang tegar, terlihat ceria melewati fasilitas yang sekali lagi, memang amat luas ini. Saya suka menerima pesan mereka yang kadang jenaka, kadang kesal, tetapi tetap saja menerima.

Kadang mereka bilang,"saya cari banjirnya ada dimana, ternyata cuma ada di tivi. Banjirnya sepuluh menit beritanya dibiarin tiga hari. Saya pikir sudah tidak bisa keluar dari terminal. Sayang cuma 10 menit."

Sewaktu ada orang yang memberitakan atapnya ambruk, seseorang mengatakan, "Biarin aja ambruk. Emangnya kenapa?" Faktanya memang agak lucu, petugas mencopot plafon yang miring. Mungkin sudah tak ada lagi yang bisa dipotret, maka plafon dicopotpun jadi berita."

Ada lagi yang bilang begini. “Gila, gua keringetan jalan jauh ke mobil. Pegel juga. Tapi benar-benar bagus,” katanya.

Ia pun mulai memberikan masukan mulai dari petugas berbaju orange yang belum tampak percaya diri sampai harga makanan kesukaan yang belum bisa ia temui di bandara.

Kelompok yang tegar ini memang jarang ribut di sosmed. Jadi kita juga sulit membaca opini dan kepuasan mereka kecuali ditanya melalui survei. Apalagi memuji secara terbuka.

Namun, mereka bukan kelompok yang cengeng. Ketegaran mereka kadang kita dengar saat ikut menenangkan konsumen yang tak mau antre, yang tersesat, yang bingung atau yang sedang marah besar.

Tetapi saya pikir, wajar saja penumpang baru bingung. Tapi juga makin wajar kita menemukan pemula serasa sudah expert, atau pemula yang ingin komplain segala hal.

Namun harus diakui, banyak pembangunan baru yang tak langsung menghasilkan kesempurnaan. Akan tetapi, mengambil kesimpulan dari ribuan cercaan juga bukan hal yang dapat dibenarkan, apalagi sosial media juga menjadi panggung ajang adu kekuatan.

Bukan hal yang aneh hari ini anda dicaci maki, besoknya anda menerima proposal-proposal. Tapi di lain pihak, pertempuran yang kita hadapi kini terjadi di media baru itu, apalagi faktanya kita memang belum hebat, mudah dihasut, percaya pada kebenaran sosial media dan tak mudah memuaskan konsumen yang sedang naik kelas.

Kelas menengah itu memang rumit, sebab yang tegar selalu memilih diam. Anda mungkin masih ingat pesan di sebuah rumah makan, " Kalau puas tolong beritahu teman-teman, kalau tak puas tolong beritahu kami."

Faktanya, itu jarang terjadi. Mereka yang tidak puas justru bercerita pada seratus orang lain. Sedangkan yang puas memilih diam. Artinya, kerja keras kita harus ditingkatkan seratus kali lagi, memperbaiki segala kekurangan selagi diberi masukan itu jauh lebih baik dari pada mendiamkannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com