Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK, KPPU, dan Ditjen Pajak Diminta Cegah Kerugian Negara akibat Perang Tarif Seluler

Kompas.com - 15/10/2016, 12:29 WIB
Aprillia Ika

Penulis

Kompas TV Biaya Interkoneksi Telekomunikasi Turun 26%

Menurut dia, ketika operator menjual harga produknya di bawah harga pokok penjualan, maka hal itu akan membuat operator merugi. Jika merugi, maka operator tak membayar pajak. Akibatnya, negara tidak bisa melakukan belanja publik. Menurut Yustinus, yang rugi akibat predatory pricing sebenarnya publik secara luas.

Yustinus memberikan contoh, yakni Axis, yang dahulu melakukan perang harga. Operator yang telah diakuisisi oleh XL Axiata ini mendapatkan surat ketetapan pajak (SKP) sebesar Rp 1 triliun dari PPn.

Axis dikenakan SKP tersebut dikarenakan tidak memunggut PPn dari biaya promosi. Seharusnya biaya promosi melekat pada harga jual produk. Namun, Axis melakukan diskon harga produknya tersebut.
Axis dari berdiri sampai diakusisi XL tidak pernah untung.

Yustinus menjelaskan, saat ini hanya satu operator telekomunikasi yang membayar PPh badan. Operator yang lain selalu rugi fiskal karena rugi selisih kurs dan biaya bunga. Seharusnya, jika untung, maka operator tersebut masing-masing bisa membayar PPh badan sebesar Rp 2 triliun per tahun.

“Modus-modus seperti ini yang seharusnya diperiksa KPK dan Ditjen Pajak," kata dia.

Dia menambahkan, di dalam pajak ada istilah pajak substance over form. "Harus diuji apakah penggunaan merek akan meningkatkan kinerja atau profitabilitas. Kalau tidak ada kontribusinya, itu tidak boleh dibayarkan,” kata Yustinus.

Kompetisi

Leonardo Henry Gavaza CFA, analis saham PT Bahana Securities, mengatakan, revisi dua PP tersebut memang diciptakan untuk kompetisi dan persaingan harga antaroperator penyelenggara telekomunikasi.

Dia mengatakan, beberapa waktu yang lalu, XL Axiata mengeluarkan promosi Rp 59 per menit untuk tarif telepon antar-operator. Sebelumnya, Indosat Ooredoo mengeluarkan tarif promosi Rp 1 per detik untuk tarif telepon antar-operator.

Selain mengeluarkan tarif promosi, Indosat dan XL juga mengeluarkan paket bicara antaroperator yang dijual di bawah harga pokok produksinya. Anak usaha Ooredoo ini mengeluarkan paket telepon ke semua operator sebulan dengan kuota 600 menit dibanderol Rp 135.000 atau setiap menit Rp 225.

Sementara itu, XL mengeluarkan paket telepon ke semua operator sebulan berkuota 600 menit dengan harga Rp 120.000 atau Rp 200 per menit.

"Jika kita merujuk penetapan tarif interkoneksi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 250 per menit, ini artinya kedua operator tersebut melakukan dumping atau menjual produknya di bawah harga pokok penjualan (HPP)," kata dia.

Dia menambahkan, meskipun Indosat ataupun XL bisa berdalil program promosi dengan memangkas tarif originasi, program tersebut terbilang tidak masuk akal karena operator kerap melakukan perpanjangan program promosi mereka tanpa tenggat waktu yang jelas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com