Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengorek Persoalan Disparitas Harga Telur dan Daging Ayam

Kompas.com - 01/03/2017, 19:00 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perbedaan harga telur dan ayam dari tingkat peternak hingga di pasar tengah menjadi polemik. Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengungkapkan, disparitas harga ayam dan telur antara peternak dan pasar memang sudah terjadi sejak lama.

"Kondisi itu sebetulnya sudah agak lama, karena sekarang ini intergrator (perusahaan peternakan ayam) sudah masuk, dalam arti sistem rantai pasok dari peternakan ayam ras dari hulu ke hilir dikuasai oleh yang namanya integrator," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta, Rabu (1/3/2017).

Dia menjelaskan, integrator saat ini telah menguasai industri peternakan, mulai dari bibit ayam, pakan ternak, hingga penguasaan jaringan distribusi sampai kepada konsumen.

"Sehingga peternak kecil hanya tinggal sebagian dari sistim tersebut, dan peternak pun tidak memiliki posisi tawar apapun untuk menetapkan harga baik input (produksi) maupun output (jual), itu penyebab utamanya, sehingga ini harus diatasi oleh pemerintah," jelasnya.

Peternak rakyat yang tergabung dalam Gerakan Bela Peternak Ayam Pedaging dan Petelur (GBPA) menyatakan tengah mengalami impitan dan meminta perhatian pemerintah.

Impitan tersebut berupa turunnya harga jual telur dan ayam pada tingkat peternak saat ini. Dari penghitungan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), harga pokok produksi telur mencapai Rp 16.650 per kilogram, sedangkan harga jual di tingkat peternak hanya Rp 14.000 per kilogram.

Peternak mengharapkan pemerintah selaku pemangku kepentingan, agar menaikkan harga jual ayam hidup dan telur di atas harga pokok produksi peternak. 

"Harapan peternak, agar harga secepatnya pulih diatas harga pokok produksi peternak, adanya referensi harga atau acuan," ujar Kadma Wijaya, Ketua Gerakan Bela Peternak Ayam Pedaging dan Petelur (GBPA).

Perbedaan harga jual yang di bawah angka produksi tersebut membuat peternak menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah.

Pasokan ayam berlebih

Selain persoalan telur, daging ayam juga menjadi perhatian, akibat adanya kelebihan pasokan atau over supply di pasaran membuat harga daging ayam di tingkat peternak tidak menguntungkan.

Saat ini saja harga ayam hidup di tingkat peternak berada di kisaran Rp 13.000 sampai Rp 14.000 per kilogram. Adapun harga terendah ada di Jawa Tengah dengan level harga Rp 9.000 per kilogram.

Idealnya setelah menghitung biaya produksi harga jualnya sebesar Rp 17.500 per kilogram. 

Dari data GPB,A saat ini ketersediaan daging ayam mengalami kelebihan pasokan, dengan perhitungan satu minggu ketersediaan ayam mencapai 18 juta ekor per minggu dan dalam satu tahun mencapai 3,5 miliar ekor ayam.

Sementara itu, kebutuhan secara nasional hanya 2,8 miliar ekor per tahun. Persoalan kelebihan pasokan tersebut ditambah dengan belum adanya regulasi dari pemerintah yang mengatur tentang harga di tingkat peternak dan pedagang.

Sedangkan berdasarkan Pusat Informasi Haga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) pada awal Maret 2017 harga daging ayam di Jakarta mencapai Rp 30.250 per kilogram, dan telur ayam mencapai Rp 19.250 per kilogram.

Regulasi harga acuan telur dan ayam

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Indonesia Hartono mengatakan, idealnya peternak harus menjual di atas HPP agar ada keuntungan atau margin yang didapat dan untuk menutup biaya produksi.

"Artinya sekarang pemerintah harus mengatur berapa batasan untung buat petani," tegasnya.

Hartono menjelaskan, pada tahun lalu ada Permendag Nomor 63 Tahun 2016 yang mengatur harga acuan pembelian di petani (harga batas bawah) dan harga acuan penjualan di konsumen (harga batas atas).

Di dalam Permendag tersebut, Kemendag hanya mengatur tujuh komoditas pangan, yaitu beras, gula pasir, daging sapi, bawang merah, cabai, kedelai dan jagung, dan tidak memasukkan ayam dan telur.

"Sayangnya telur dan ayam tidak masuk, makanya kami sudah teriak-teriak, mengapa ayam dan telur ini dianaktirikan," keluh Hartono.

Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menjelaskan, pemerintah perlu mengatur atau mengeluarkan regulasi terkait persoalan harga tersebut.

"Bagaimana setiap titik diatur mendapatkan keuntungan yang wajar, sering kali posisi peternak dan petani pada posisi terbawah," jelasnya.

Rantai distribusi pengaruhi disparitas harga

Sekretaris Direktorat Perdangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu, menjelaskan penyebab adanya disparitas atau perbedaan harga yang cukup jauh antara peternak dan pedagang pasar diakibatkan oleh panjangnya rantai distribusi.

Dalam hal ini dikenal dengan middle man atau pedagang perantara di antara peternak dan pedagang pasar yang juga mengambil margin keuntungan.

"Masih ada yang main-main di tengah, ada broker dan pedagang pangkalan, baru sampai ke pedagang (pasar). Ini dugaan kami ada yang bermain di tengah, kenapa harga bisa turun jatuh, kemudian naik tinggi," paparnya.

Saat ini, pihaknya tengah mencari solusi terkait persoalan disparitas harga tersebut dan akan memangkas rantai distribusi yang dinilai terlalu panjang.

"Bagaimana cara potong yang di tengah agar harga live bird (ayam hidup) dan karkas (potong) tidak jauh berbeda. Kami carikan solusinya, saya akan sampaikan ke Menteri Perdagangan. Ini dugaan di kami, sudah ada indikasi di tengah ini yang bisa kerek harga di pasar dan di peternak," jelasnya.

Dia menjelaskan, solusi terdekatnya adalah memasukkan harga ayam dalam revisi Permendag Nomor 63 Tahun 2016 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Penjualan di Tingkat Konsumen.

Hal itu seiring dengan permintaan peternak rakyat agar ada acuan harga di tingkat peternak dan pedagang karena jika dihitung dalam satu tahun perputaran uang dalam bisnis perunggasan di Indonesia mencapai Rp 300 triliun, jauh di atas daging sapi yang hanya Rp 80 triliun per tahun.

"Pada dasarnya Permendag sudah siap, tapi sebelum diteken Pak Menteri Perdagangan, harus selesaikan masalah birokrasi dulu," ungkapnya.

Sementara dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum memberikan tanggapan terkait dengan permasalahan disparitas harga dan indikasi permainan harga pada rantai distribusi telur dan ayam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com