Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

11 MoU RI-Arab Saudi Sudah Diteken, Lantas Apa Dampaknya?

Kompas.com - 03/03/2017, 11:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

Kompas TV Komitmen investasi terus digali antara Indonesia dan Arab Saudi. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh perusahaan minyak dan gas Pertamina dengan Saudi Aramco. Nilai kerjasama yang mencapai 5 Miliar Dollar Amerika atau setara Rp 67 Triliun ini hanya untuk proyek kilang pemurnian milik Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah. Kesepakatan yang diberikan oleh Aramco ini di bawah kesepakatan serupa dengan petronas yang mencapai 7 Miliar Dollar Amerika Serikat. Selain Pertamina, BUMN lain yang menyepakati investasi dengan investor Arab Saudi adalah Wijaya Karya. Wika akan berekspansi ke Arab Saudi, melalui Adil Makki Contracting Company, AMCO. Sebenarnya, kerja sama semacam ini bukan hal baru. Banyak perusahaan konstruksi asal Indonesia yang mendapat proyek besar di Arab Saudi.

“Banyak proyek infrastruktur yang belum selesai seperti jalan, bandara, jembatan, bendungan,” kata Lucky kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2017). I

a juga mengatakan, proyek pembangkit listrik juga kemungkinan akan dilirik sebagai ladang investasi Arab Saudi.

Untuk itu, selain saham-saham konstruksi, saham-saham di sektor pertambangan khususnya batubara juga kemungkinan bakal moncer seperti ADRO, PTBA, dan ITMG.

Di bidang perdagangan, Lucky lebih lanjut melihat saham-saham perusahaan ritel bisa mengambil keuntungan dengan adanya kerja sama kedua negara, diantaranya yaitu MPPA, LPPF, dan RALS. Saham produsen tekstil juga berpeluang naik, seperti SRIL.

“Karena Arab Saudi itu sebenarnya banyak belanja tekstil ke Indonesia. Dan kemarin Menlu Retno Marsudi menyampaikan, Arab Saudi diharapkan menjadi importir produk tekstil dari Indonesia,” ucap Lucky.

Sementara itu di bidang kelautan dan perikanan, ia memperkirakan saham pelayaran seperti SOCI memiliki potensi baik dengan kerja sama RI-Arab Saudi.

Dari berbagai kesepakatan tersebut, Kepala Riset dan Strategi Bahana Securities Harry Su melihat yang paling mungkin direalisasikan cepat adalah kerja sama di bidang perdagangan.

“Yang paling gampang untuk dijalankan tentunya di sektor perdagangan. Seperti tekstil, kan memang Indonesia juga ekspor ke sana,” kata Harry kepada Kompas.com.

Fokus pada Realisasi

Meski demikian, ekonom dari Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, MoU ini baru awal kerja sama yang harus direalisasikan pemerintah.

“Yang penting bagaimana merealisasikannya. Ini pekerjaan rumah yang sering tidak dikerjakan tuntas,” ucap Lana.

“Selama Pak Jokowi menjabat, MoU dengan China, Jepang, Inggris, Uni Eropa sudah banyak. Namun, realisasinya kita enggak tahu. Jadi yang penting adalah follow-up-nya bagaimana,” kata Lana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com