Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Anggap Resolusi Sawit Uni Eropa Bermotif Bisnis

Kompas.com - 03/05/2017, 10:00 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, banyaknya kampanye negatif atas produk sawit Indonesia oleh Uni Eropa merupakan persaingan bisnis semata.

Produk sawit Indonesia dianggap akan mengancam bisnis minyak zaitun mereka yang sudah berlangsung sejak lama.

"Keluarnya resolusi parlemen Uni Eropa yang menyatakan produk sawit penyebab deforestasi, menciptakan pelanggaran HAM, dan tidak mendukung keberlanjutan hanyalah dorongan dari pelaku bisnis di Eropa. Sebab, produk sawit Indonesia dianggap mengancam keberadaan bisnis minyak zaitun," ujar Bambang saat menghadiri peluncuran Buku BPDB Sawit di Jakarta, Selasa malam (2/5/2017).

Dia mengatakan, minyak zaitun (olive oil) dan minyak yang berasal dari biji bunga matahari sangat populer dan banyak diproduksi di Eropa.

Dampaknya, jika produk sawit masuk ke Eropa, maka dua jenis minyak yang populer di benua tersebut akan tergerus.

Dengan itu muncul resolusi parlemen Uni Eropa yang menyebut produk sawit sebagai penyebab deforestasi.

"Sawit di Eropa masih kontroversial. Tapi kalau saya boleh jujur sebagian besar itu peran bisnis. Karena minyak sawit tentunya mengancam keeradaan minyak zaitun atau biji bunga matahari yang populer di Eropa," kata Bambang.

Bambang berharap, dengan adanya kampanye hitam tersebut, sudah saatnya Indonesia membuktikan bahwa anggapan tersebut tidaklah benar.

"Jangan hanya protes secara diplomasi dan politis, tapi juga harus argumen bahwa itu tidak berdasar dan itu hanya perang dagang. Tapi harus ada justifikasi ilmiah," paparnya.

Biodiesel

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang menjadi produk unggulan nasional Indonesia, meski perkembangannya juga tak lepas dari perdebatan.

"Agar komoditas ini tetap menjadi komoditas strategis, pemerintah Indonesia telah berupaya mengurangi oversupply kelapa sawit yang menyebabkan harga komoditas minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya menurun secara signifikan pada 2014-2015," ujar Darmin.

Menurutnya, untuk mendorong program biodiesel, pemerintah pun membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, yaitu badan yang memberikan insentif dalam mendorong penyerapan Biodisel pada pasar PSO dan Non-PSO.

(Baca: Saat Sri Mulyani Singgung Kebakaran Hutan Di Acara Sawit...)

 

"BPDP merupakan skema industri membantu industri, dimana perusahaan yang melakukan ekspor wajib menyetorkan pungutan ekspor yang dapat digunakan untuk membantu penyerapan biodiesel agar tidak memberatkan APBN," kata Darmin.

Menurutnya, dengan membentuk demand baru melalui program mandatory biodiesel yang dibantu dukungan BPDP Kelapa Sawit, pemerintah berhasil menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO) dan Tandan Buah Segar pada akhir 2015-2016 yang dinikmati seluruh pemangku kepentingan.

Pada 2015 - 2017 dampak positif BPDP Kelapa Sawit bagi Indonesia dan khususnya Industri kelapa sawit domestik, mulai terlihat.

Harga komoditas CPO yang pada pertengahan 2015 yang sempat mencapai 437 dollar AS per ton, meningkat menjadi 620 dollar AS per ton pada Maret 2017 atau meningkat sekitar 42 persen dari titik terendah harga CPO.

“Saya yakin dengan menjaga tujuan dan semangat pembentukan BPDP Kelapa Sawit pada masa ini dan masa akan datang, kita akan mampu memiliki industri yang lebih efisien dan memberikan nilai tambah nasional,” pungkasnya.

(Baca: Boikot Uni Eropa Jadi Momentum Perbaikan Industri Sawit di Tanah Air)

Kompas TV RI Protes Perancis Soal Pajak Sawit

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com