Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Kredit Macet Masih Hantui Optimisme Perbankan

Kompas.com - 05/06/2017, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorMuhammad Fajar Marta

Setelah terseok-seok dalam dua tahun terakhir, industri perbankan menemukan kembali optimismenya pada 2017. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi semakin baik pada 2017 menjadi tumpuan perbankan untuk kembali memacu penyaluran kreditnya.

Kinerja perbankan memang sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Semakin cepat ekonomi tumbuh, semakin baik kinerja perbankan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pekan ini mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,3 persen pada 2017 atau lebih tinggi dibandingkan target dalam APBN 2017 yang dipatok sebesar 5,1 persen.

Keyakinan Sri Mulyani tersebut didasari sejumlah dinamika positif yang terjadi baik di dalam negeri maupun perekonian global sepanjang triwulan I 2017.

Di dalam negeri, Indonesia sukses mendapatkan peringkat layak investasi dari Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P).

Kenaikan peringkat tersebut akan membawa banyak manfaat bagi Indonesia. Investor keuangan global akan semakin percaya diri menempatkan dananya di Indonesia. Artinya investasi bakal meningkat.

Dampaknya, aliran dana asing akan semakin deras masuk ke Indonesia. Likuditas dollar AS yang melimpah akan membuat nilai tukar rupiah semakin kuat.

Kondisi ini akan membuat surplus Neraca Pembayatan Indonesia (NPI) semakin tinggi. Selama triwulan I 2017 saja, NPI Indonesia mencatat surplus 4,5 miliar dollar AS atau setara Rp 60 triliun.

Surplus NPI tersebut ditopang oleh tingginya surplus transaksi modal dan finansial yang mencapai 7,9 miliar dollar AS atau setara Rp 103 triliun. Surplus transaksi modal dan finansial tersebut bisa menutup defisit transaksi berjalan yang sebesar 2,4 miliar dollar AS.

Di sisi lain, perekonomian global juga semakin pulih. Salah satunya ditandai dengan peningkatan harga minyak mentah dunia yang rata-rata  sudah mencapai 50 dollar AS per barel, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang rata-rata sebesar 45 dollar AS per barel.

Kenaikan harga minyak dunia ini akan mendorong peningkatan harga-harga komoditas termasuk minyak kelapa sawit dan batu bara yang menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Dampaknya, kinerja ekspor Indonesia bakal meningkat.

Kendala

Peningkatan investasi dan ekspor tentu akan menggairahkan bisnis di Indonesia. Permintaan kredit dari pelaku usaha untuk modal kerja niscaya akan meningkat.

Sumber: BI Pertumbuhan kredit perbankan

Terlebih lagi, tren suku bunga tengah menurun. Suku bunga kredit modal kerja per akhir Maret 2017 sudah berada di level 11,21 persen. Angka tersebut turun dibandingkan akhir Desember 2016 yang sebesar 11,38 persen.

Dalam setahun, suku bunga kredit modal kerja sudah turun 113 basis points (bps), suku bunga kredit investasi turun 83 bps, dan suku bunga kredit konsumsi turun 37 bps.

Berlanjutnya tren penurunan suku bunga kredit tidak terlepas dari langkah Bank Indonesia yang tetap menjaga suku bunga acuan 7-day repo rate tetap 4,75 persen.

Dampaknya, pertumbuhan kredit pun kian bertambah cepat. Per akhir Maret, posisi kredit perbankan nasional mencapai Rp 4.370 triliun, bertumbuh 9,23 persen dibandingkan posisi periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 4.000 triliun.

Pertumbuhan kredit tahunan pada Maret 2017 lebih cepat dibandingkan Februari 2017 yang sebesar 8,6 persen dan Januari 2017 yang 8,3 persen.

Kendati demikian, perbankan masih dihantui oleh kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang masih saja tinggi. Per akhir Maret 2017, NPL perbankan bertengger di level 3,04 persen, yang secara historis tergolong cukup tinggi.

Kondisi ini menggambarkan kinerja korporasi baik besar, menengah, maupun kecil masih belum benar-benar pulih. Dampak pelemahan perekonomian domestik dan global sepanjang 2014 – 2016 masih terasa hingga kini.

Beruntung, level NPL sudah melewati puncaknya dan kini berada dalam kecenderungan menurun. NPL per Maret sudah lebih rendah dibandingkan Februari 2017 yang mencapai 3,2 persen.

Dengan NPL yang masih tinggi, perbankan tentu sangat berhati –hati menyalurkan kredit. Artinya, ekspansi kredit akan dilakukan secara perlahan. Wajar perbankan sangat khawatir terhadap NPL, sebab NPL kerap berujung pada kerugian bank.

Prospek perekonomian yang makin baik belakangan ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan dan konsolidasi korporasi sehingga NPL pun bisa turun dengan cepat.

Bila level NPL sudah kembali ke tingkat moderat sekitar 1 -2 persen, perbankan akan lebih leluasa menyalurkan kredit. Kondisi inilah yang diharapkan agar pertumbuhan ekonomi 5,3 persen tahun ini bisa tercapai.

Kompas TV Usaha kecil menengah punya peran penting menggenjot ekonomi Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com