PT INKA (Persero), industri kereta api di Madiun, Jawa Timur, sudah kebanjiran pesanan kereta, gerbong dan lokomotif dari berbagai negara: Banglades, Malaysia, Singapura, Australia. Menyusul kemudian Botswana, Senegal, Srilanka, Vietnam, Thailand.
Prestasi ini membuat PT INKA mulai dilirik investor, juga pengelola kereta mancanegara. Pesanan besar, 438 kereta berbagai kelas dan jenis datang dari PT KAI senilai Rp 2,19 triliun.
Lalu 250 kereta untuk Banglades senilai Rp 1,4 triliun rupiah lebih, jalur LRT (light rail transit) Jabodebek (Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi) berupa 31 train set (186 kereta) senilai Rp 3,9 triliun membuat INKA makin diperhitungkan di dunia perkeretaapian.
Pesanan yang mengalir dari berbagai negara mengharuskan INKA membangun pabrik baru di dekat pelabuhan Banyuwangi, Jawa Timur, bekerja sama dengan Stadler dari Swiss. Stadler pemain dunia, punya 40 pabrik dengan produksi 70.000 kereta setahun.
Baca juga: Lagi, PT INKA Kirim 250 Gerbong Kereta Ke Bangladesh
Agak menakjubkan, ketika pabrik-pabrik kereta api dunia pun mulai melirik PT INKA dan memintanya menjadi mitra. Skoda dari Ceko, juga petinggi dari Botswana selain Senegal sudah meminta kerja sama, bahkan Jepang yang terkenal sebagai pembuat kereta paling favorit di dunia pun, kini melirik ke INKA.
Di pertengahan Februari 2019, satu rombongan dari JTREC, Japan Transport Engineering Company – anak JR East – operator KA Jepang bagian timur, datang menawarkan kerja sama. Mereka menjajaki kemungkinan pembelian kereta penumpang ke PT INKA, dengan pola alih teknologi.
Melihat pengalaman INKA yang memenangi tender di berbagai tempat, Jepang menghitung, memesan kereta-kereta untuk JR-East ke INKA akan lebih murah harganya. Penyerahannya pun lebih cepat.
JTREC tahu BUMN itu siap ditugasi membangun kereta super cepat sekelas Shinkansen atau TGV buatan Perancis karena sudah menguasai teknologinya. PT INKA juga sedang mengembangkan prototip trem yang digerakkan baterai (battery tram), yang beroperasi dengan sistem isi ulang baterai untuk angkutan penumpang perkotaan.
LRT Jabodebek buatan INKA bisa jadi sesuatu yang aneh karena menggunakan teknologi baru, tanpa masinis. Hanya perlu sosialisasi ke masyarakat agar tidak menimbulkan kekhawatiran.
Tetapi masa depan INKA bisa dipertanyakan, apakah hanya akan menunggu pesanan kereta, yang suatu kali bisa berhenti karena penjualan kereta adalah jual-putus. Apakah PT KAI atau Banglades masih akan pesan kereta lagi dalam kurun dua sampai lima tahun ke depan?
Baca juga: PT Inka Produksi LRT Tanpa Masinis Senilai Rp 3,9 Triliun
Belum tentu, karena kereta punya usia teknis dan ekonomis yang tinggi, walau di Jepang 15 tahun harus ganti, tetapi di Indonesia bisa 30 tahun.
Peluang terbuka, ketika PNR (Philippinnes National Railways) membeli kereta rel disel (KRD) ke INKA belum lama ini. Setelah mendapat pesanan, tim PT INKA datang melihat jalur kereta api PNR di Filipina, yang ternyata tidak terlalu bagus.
Budi Noviantoro yang akrab disapa Novi, membuat beberapa tawaran bantuan. Antara lain perbaikan track termasuk mengganti bantalan, rel, penambat rel dan persinyalan.
Baca juga: Cerita Bos INKA Tembus Pasar Asia Selatan dan Bersaing dengan China
Novi mengajak LEN (Lembaga Elektronika Nasional) untuk persinyalan dan Waskita Karya antara lain untuk bantalan rel. Sementara penambat rel, Novi menawarkan ciptaannya sendiri, KA-klip, yang sudah terbukti lebih dari 20 tahun digunakan di jalur PT KAI tanpa masalah.