Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerugian akibat Investasi Bodong Mencapai Rp 88,8 Triliun dalam 10 Tahun

Kompas.com - 05/04/2019, 11:10 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan kerugian yang ditimbulkan karena investasi bodong mencapai 88,8 triliun sepanjang tahun 2008 hingga 2018.

Kepala Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan suburnya kasus investasi bodong disebabkan karena masyarakat yang memang mudah tergiur bunga tinggi. Tak jarang pula, korban dari invesasti bodong adalah mereka yang memiliki pendidikan tinggi.

"Masyarakat mudah tergiur bunga tinggi yang membuat suburnya penawaran ini. Sebenernya bukan pengaruh pendidikan yang utama. Yang punya pendidikan tinggi juga ada yang jadi korban," ujar Tongam di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Tak hanya itu, masyarakat juga belum memahami produk-produk keuangan dan investasi. Sehingga, mereka mudah tertipu berbagai tawaran investasi dengan janji return yang tinggi. Bahkan, ada pula korban investasi bodong yang melakukan investasi di lebih dari satu instansi.

"Dan itu pegawai, bukan orang yang tidak berpendidikan. Karena tingkat pemahamannnya rendah," ujar Tongam.

Beberapa kasus investasi bodong yang menyebabkan kerugian hingga triliunan rupiah seperti, kasus Pandawa Group yang menyebabkan kerugian hingga Rp 3,8 triliun dan memakan 549ribu korban. Selain itu, ada pula kasus empat penyedia jasa travel umroh yang memakan 164.757 korban dan menyebabkan kerugian hingga Rp 3,04 triliun.

Tak sampai di situ, kasus Dream Freedom yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan merugikan 700ribu korban dengan total kerugain mencapai Rp 3,5 triliun.

Ada pula kasus Cakrabuana Sukses Indonesia di Cirebon yang merugikan 170ribu korban dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp 1 triliun.

"Kasus seperti di CSI itu pelaku menggunakan tokoh agama dalam iklannya," ujar Tongam.

Dia mengatakan, jika edukasi kepada masyarakat mengenai investasi ilegal tidak terus dilakukan bisa menyebabkan mereka tak lagi percaya pada produk-produk keuangan yang resmi.

"Kemudian ini bisa mengganggu proses pembangunan, investasi kan diburuhkan untuk mendorong perekonomian," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com