Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Baru Ojek Online Bisa Ganggu Ekonomi Indonesia...

Kompas.com - 07/05/2019, 09:34 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Untuk itu, Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengimbau aplikator untuk menyejahterakan pengemudi dengan menyesuaikan upah, bukan menaikkan tarif yang berujung meresahkan masyarakat.

Apalagi, jam kerja mitra tidak sepadan dengan hasil upah meskipun rata-rata pendapatan mitra setara dengan Upah Minimum Regional (UMR) atau 25 persen lebih tinggi. Mitra pun lebih banyak terpapar polusi saat bekerja.

"Ini skemanya harus berubah. Dari sisi kesejahteraan kenapa mereka (mitra ojol) tidak lebih sejahtera dibanding teman-temannya yang bekerja di pabrik? Mereka mendapat upah yang sama atau 25 persen lebih tinggi tapi jam kerja enggak teratur," sebut Fithra.

"Seharusnya ini kesepakatan bersama antara aplikator dan pengemudi. Bukan tarifnya malah dibebankan ke konsumen. Karena konsumen sudah cukup terbebani," lanjutnya.

Baca juga: Kenaikan Tarif Ojek Online Dinilai Tak Jamin Kesejahteraan Pengemudi

Inflasi terancam melonjak

Selain relasi pengemudi, konsumen, dan aplikator, kenaikan tarif ini ternyata memengaruhi ekonomi makro Indonesia. Kenaikan tarif ojek online yang momennya berbarengan dengan puasa, bisa mendongkrak inflasi yang di saat itu memang sudah tinggi.

"Keterkaitan kenaikan harga ini terhadap inflasi bisa mencapai 20 hingga 30 persen. Kalau saya masukkan faktor ekspektasi, itu bisa sampai 50 persen," kata Fithra.

Penerapan tarif baru yang realitasnya merupakan kenaikan tarif ini disayangkan karena momentumnya berdekatan dengan bulan Ramadhan. Pasalnya, Inflasi cenderung meningkat saat puasa dan Hari Raya, menyusul naiknya permintaan masyarakat bagi sejumlah komoditas.

"Kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tentunya akan berkontribusi bagi semakin tingginya tingkat inflasi. Apalagi berdasarkan hasil survey RISED, biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20 persen per bulannya," sebutnya.

Selain itu, kenaikan tarif ojol juga berdampak pada penjualan 70 persen UKM. Padahal sektor ini menyumbang hingga Rp 70 triliun terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Baca juga: Tarif Baru Ojek Online Dinilai Mahal, Menhub Mau Bikin Quick Count

Sebagai contoh, restoran mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi hingga 6,71 persen, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5 persen pada tahun 2018. Jika tarif naik, maka penjualan pun akan semakin menyurut dan tidak mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen lagi.

"Itu baru restoran. Kalau ditambah sektor-sektor kunci lain yang juga membantu meningkatkan perekonomian, maka dampaknya akan semakin besar akibat kenaikan tarif ini," ungkap Fithra.

"Kalau satu-satu pertumbuhan ini dipreteli, maka bisa jadi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa sampai 5 persen. Bisa jadi. Jika melihat dampak-dampaknya, saya rasa ini patut dievaluasi," tandasnya.

Apalagi, Fithra menyebut kenaikan tarif transportasi tidak sebentar. Sebab, kenaikan tiket pesawat pada bulan November hingga Desember 2018 pun dampaknya masih terasa hingga Februari 2019.

Jika kenaikan tarif ini berlangsung lama, Fithra menyebut hal ini akan memberikan kontraksi akut terhadap perekonomian yang mencapai Rp 30 sampai Rp 40 triliun.

"Pada akhirnya, Indonesia akan berpotensi kehilangan bisnis tertentu yang menjadi salah satu sumber perekonomian," kata Fithra.

Untuk itu, pemerintah hendaknya mengevaluasi regulasi tarif bisnis ojol.

"Sudah saatnya pemerintah mendasarkan pembuatan kebijakan pada bukti-bukti statistik mengenai kondisi objektif yang terjadi di masyarakat. Perlu evaluasi berkala dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang, supaya bisa meninjau efektivitas kebijakan terhadap kesejahteraan konsumen dan pengemudi," ucap Rumayya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com