Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS-Iran Kian Panas, Harga BBM Bisa Melambung

Kompas.com - 08/01/2020, 12:42 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kian panasnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran kembali berdampak terhadap melejitnya harga minyak dunia. Hal ini kemudian berpotensi menekan perekonomian dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Pieter Abdullah mengatakan, meski saat ini tensi antara kedua belum mencapai tingkatan perang, namun kekhawatiran pasar sudah mulai terlihat dengan naiknya harga minyak dunia.

Pasalnya, tensi antar kedua negara dikhawatirkan akan berdampak terhadap ketersediaan minyak dunia. Dalam jangka pendek, naiknya harga minyak dunia hanya akan berdampak ke pasar keuangan nasional.

"Seperti IHSG dan rupiah melemah," kata Pieter kepada Kompas.com, Rabu (8/1/2020).

Baca juga: Harga Minyak Melambung Pasca Iran Tembakan Rudal ke Markas Militer AS

Namun, apabila tensi berlangsung cukup lama dan mengganggu suplai minyak dunia maka diyakini perekonomian nasional baik di level makro ataupun industri akan terganggu.

"Pertama kenaikan (harga minyak) ini apabila terus berlangsung cukup lama akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan dan transaksi berjalan, kemudian berujung kepada pelemahan nilai tukar rupiah," tuturnya.

Bukan hanya itu, kenaikan harga minyak dunia juga akan berdampak terhadap anggaran subsidi APBN yang membengkak. Bukan tidak mungkin pembengkakan ini akan diikuti dengan dinaikannya harga BBM subsidi.

"Kenaikan beban subsidi di APBN sekaligus bisa memaksa Pemerintah menaikkan harga BBM subsidi," ujarnya.

Baca juga: AS-Iran Kian Memanas, Ini Dampaknya ke Ekonomi RI

Pieter pun menambah, kenaikan harga BBM subsidi nantinya diikuti oleh kenaikan harga atau inflasi yang melebihi target pemerintah.

"Pelemahan rupiah yang dibarengi oleh kenaikan inflasi akan berpengaruh negatif terhadap daya beli dan menahan pertumbuhan konsumsi," tutur dia.

Secara tidak langsung, pelemahan pertumbuhan konsumsi akan diikuti dengan perlambatan pertumbuhan industri.

"Namun demikian, prediksi ini bisa terjadi hanya jika kondisi di Timur Tengah memburuk," ucapnya.

Baca juga: Tanpa Natuna, Singapura Gelap Gulita

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com