KALAU Anda berlangganan musik, lagu, film, game, dan produk/jasa digital lain-lain secara online melalui penyedia jasa e-commerce seperti Spotify, Netflix, iTunes, gameQoo dan lain-lain, maka atas pemanfaatan produk tersebut, mulai 1 Juli 2020 akan dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 10 persen.
Hal ini akan dilakukan bila perusahaan penyedia jasa produk tersebut telah memenuhi beberapa kriteria dan ditunjuk secara resmi oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Penyedia barang/jasa digital dari luar negeri yang menjual produknya di Indonesia melalui e-commerce atau yang dalam aturan ini disebut sebagai PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) wajib melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN .
Kebijakan itu tercantum dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 48/PMK.03/2020 yang ditetapkan tanggl 5 Mei 2020 dan berlaku mulai 1 Juli 2020.
Sebagai contohnya adalah penjualan musik/lagu oleh Spotify yang dapat langsung dinikmati melalui sarana internet oleh konsumen di Indonesia, maka Spotify atau melalui agen atau perwakilan yang ditunjuknya, wajib memungut PPN atas transaksi tersebut.
Meskipun kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 2 Tahun 2020 yang menetapkan Perppu 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, namun sebenarnya tidak ada sesuatu yang baru dari regulasi ini. Mengapa?
Baca juga: Siap-siap, Pemerintah Akan Tarik Pajak Netflix dan Spotify
Dalam UU PPN yang berlaku saat ini disebutkan bahwa yang menjadi objek PPN adalah termasuk juga pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Dalam Pasal 3 ayat 3A UU PPN disebutkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang/Jasa Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean harus dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang/Jasa Kena Pajak Tidak Berwujud tersebut.
Dengan aturan tersebut, seharusnya apabila kita berlangganan musik melalui Spotify wajib memungut dan menyetorkan PPN dari Spotify.
Namun pada praktiknya, hal itu sangat sulit dilakukan, terutama bila pengguna manfaat di dalam negeri adalah orang pribadi/konsumen ritel. Sehingga tidak ada PPN yang dipungut dari transaksi tersebut.
Sementara itu, atas musik/lagu yang sama namun dibeli melalui dalam negeri melalui pembelian secara konvensional maupun online dari dalam negeri dikenakan PPN.
Dengan aturan yang baru ini, maka atas barang yang sama dikenakan PPN baik yang diperoleh dari PMSE luar negeri maupun dalam negeri. Sehingga akan akan terwujud kesetaraan perlakuan perpajakan (level playing field) baik antara pelaku usaha konvensional dan pelaku usaha ekonomi digital dan juga antara pelaku usaha ekonomi digital di dalam negeri dan di luar negeri.
Bagaimana cara mememungut PPN atas penjual dari luar negeri? Melalui regulasi yang baru ini, pemerintah akan menunjuk pelaku usaha PMSE, yang terdiri dari Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, Penyelenggara PMSE (PPMSE) Luar Negeri, dan/atau PPMSE Dalam Negeri sebagai pemungut PPN.
Setelah memenuhi kriteria tertentu, Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan keputusan subyek yang wajib menjadi pemungut PPN untuk transaksi e-commerce ini. Kriteria tertentu tersebut adalah nilai transaksi dan/atau jumlah akses trafik dari PMSE tersebut.
Contohnya, bila Spotify nilai transaksi atau jumlah trafiknya telah memenuhi kriteria dan telah ditunjuk secara resmi oleh Ditjen Pajak sebagai pemungut PPN, maka Spotify wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN atas transaksi yang dilakukan pengguna dari Indonesia.
Baca juga: Babak Baru Sri Mulyani Vs Netflix Soal Pajak