Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Ahmad Fikri, Pengacara yang Jadi Komisaris Baru di Telkom

Kompas.com - 20/06/2020, 16:56 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri BUMN, Erick Thohir, melakukan perombakan di tubuh direksi dan komisaris PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom. Beberapa nama yang ditunjuk merupakan wajah baru di BUMN.

Salah satu nama yang menyita perhatian yakni Ahmad Fikri Assegaf. Fikri selama ini dikenal sebagai pengacara yang banyak menangani perkara di sektor keuangan. Dia tercatat sebagai partner dan co-founder Assegaf Hamzah and Partners.

Sementara itu, dilihat di laman resmi Telkom, Sabtu (20/6/2020), Fikri menyelesaikan pendidikan hukumnya di UI, lalu Magister Hukum Cornell Law School. Fikri juga menjabat sebagai Dewan Pengawas Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran, Satuan Kerja dibawah Kementerian Sekretariat Negara RI yang bertugas mengelola lahan eks Bandara Kemayoran di Jakarta Pusat.

Dikutip dari Kontan, Ahmad Fikri juga dikenal sebagai salah satu pendiri Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Baca juga: Rekam Jejak Rizal Mallarangeng: Relawan Jokowi, Kini Komisaris Telkom

Dia merupakan salah satu pengacara di bidang perbankan dan keuangan, merger dan akuisisi, serta pasar modal. Fikri juga menjadi satu dari 100 pengacara top Indoneisa tahun 2020 versi Asia Business Law Journal.

Di bidang perbankan dan keuangan, Fikri telah mendampingi lembaga keuangan domestik dan internasional dalam mengatur dan merancang pembiayaan perusahaan.

Sementara dalam praktik pasar modal, dia telah menyarankan sejumlah perusahaan terkemuka yang terdaftar di bursa efek, dalam private placement dan penawaran umum.

Baca juga: Kenapa Erick Thohir Tunjuk Pemuda 34 Tahun Jadi Direktur Telkom?

Mengutip website resmi Assegaf Hamzah and Partners yakni ahp.id, dalam praktik merger dan akuisisi, Fikri telah bertindak sebagai penasihat bagi pembeli dan penjual dalam akuisisi besar yang melibatkan perusahaan publik dan swasta Indonesia yang beroperasi di berbagai sektor, termasuk perbankan, petrokimia, minyak dan gas, pembangkit listrik, ICT, pertambangan dan perkebunan.

Selama puncak krisis ekonomi Asia pada tahun 1998, Fikri juga memberikan saran kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang didirikan untuk mengawal sektor perbankan kembali sehat.

Dalam kapasitas ini, dia menyarankan BPPN terkait restrukturisasi utang korporasi, pengambilalihan dan rekapitalisasi di sektor keuangan, langkah-langkah pemulihan aset global, dan pendirian Bank Mandiri dalam upaya penyelamatan sektor perbankan Indonesia dari kehancuran.

Fikri juga memainkan peran penting dalam penyusunan undang-undang perbankan nasional yang baru untuk mencegah terulangnya krisis keuangan. Undang-undang ini dianggap mampu menahan Indonesia dari dampak terburuk krisis keuangan global 2008-2009.

Baca juga: Sosok 2 Kader Partai Pendukung Pemerintah di Kursi Komisaris Telkom

Proses seleksi direksi dan komisaris BUMN

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut proses pemilihan komisaris dan direksi di perusahaan pelat merah dilakukan atas dasar talent pool. Artinya, penunjukan seseorang didasarkan atas kompetensi dari talenta-talenta unggul.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, di Kementerian BUMN sendiri memiliki Deputi SDM yang khusus menyeleksi para talenta-talenta untuk ditempat di perusahaan negara, termasuk komisaris BUMN. 

"Kita ada Deputi SDM, mereka kelola talent pool, nanti diajukan ke masing-masing Wamen (wakil menteri). Nanti dilihat, kalau perusahaan strategis, sampai ke presiden pemilihannya seperti Pertamina, PLN, perbankan," jelas Arya seperti dikutip dari Antara.

Dia mengungkapkan, proses seleksi komisaris dan direksi melalui talent pool sudah dilakukan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca juga: Fajrin Rasyid Jadi Direksi Telkom, Bukalapak: Dia Orang yang Tepat

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com