Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Covid-19 Bikin Petani Sawit Gelagapan

Kompas.com - 20/06/2020, 18:35 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para petani sawit Indonesia terpukul pandemi Covid-19. Hal ini seiring dengan  rendahnya harga Tandan Buah Segar (TBS) karena terimbas dampak corona.

Penasihat Senior Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) Rukaiyah Rafik mengatakan, selain harga yang rendah, petani sawit juga merasakan banyak kesulitan.

Salah satunya semenjak adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), membuat pabrik kelapa sawit dan kegiatan manufaktur menjadi berjalan lamban.

“Banyak petani swadaya tidak memiliki sarana untuk mengangkut TBS mereka ke pabrik, mereka bergantung pada perantara atau bisnis perantara untuk menyediakan layanan ini, tetapi karena adanya pembatasan dalam kegiatan telah berdampak pada mereka dan sumber mata pencaharian utamanya," ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (20/6/2020).

Baca juga: Viral Koin Rp 1.000 Kelapa Sawit Dibanderol Rp 100 Juta, Ini Kata Bank Indonesia

Menurut Rukaiyah, pandemi juga mempengaruhi stok pupuk dan input untuk perkebunan mereka. Hal ini membuat para petani sawit harus memiliki bisnis dan tanaman lain yang diolah untuk mendukung mata pencaharian mereka.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, harga TBS sempat turun di bawah Rp 1.000 per kilogram di tingkat petani swadaya.

Sementara untuk harga TBS petani plasma (petani yang bermitra dengan perusahaan penghasil kelapa sawit) tercatat antara Rp 1.200 dan Rp 1.300 per kilogram.

Baca juga: Serikat Petani Sawit Minta Jokowi Tak Ambil Kebijakan Lockdown

“Harga di bawah Rp 1.100 sulit untuk petani yang memiliki lebih dari dua anak, apalagi bila anak mereka sedang mengenyam pendidikan tinggi, atau mereka yang memiliki anggota keluarga lain yang bergantung pada mereka. Karena produktivitasnya yang juga rendah, antara 1 hingga 1,2 ton per hektar per bulan, mereka harus menjual hasil produksi mereka kepada perantara dan belum lagi harus membayar beban utang kepada para tengkulak karena para petani memiliki pinjaman," katanya.

Dia mengatakan, banyak petani kelapa sawit yang tidak memiliki sumber pendapatan lain alias hanya mengandalkan minyak sawit. Para petani juga sering mengeluhkan kenaikan harga pupuk yang terkadang sulit untuk mendapatkannya.

“Tidak ada protokol kesehatan untuk petani. Petani membutuhkan uang tunai sementara proses transaksi untuk TBS untuk petani yang menjual ke perusahaan biasanya diproses antara satu atau dua minggu setelah produk dikirim ke pabrik atau perkebunan,” jelas dia.

Baca juga: Kata Menteri Edhy, Budidaya Udang Lebih Untung Dibanding Tanam Sawit

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com