Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar menyebut, masyarakat bisa menggunakan kedua materai yang ada baik Rp 3.000 dan Rp 6.000 di masa transisi pada 2021 mendatang.
Minimal nilai meterai yang digunakan dalam dokumen adalah sebesar Rp 9.000.
"Dengan cara memateraikan dalam dokumen minimal nominal Rp 9.000. Jadi bisa dipasang Rp 6.000 dan Rp 3.000 atau Rp 6.000 dan Rp 6.000. Minimal Rp 9.000. Sampai dengan satu tahun ke depan. Ini masa transisinya," jelas dia.
Baca juga: Naik Mulai Tahun Depan, Selembar Materai Harus Ditebus Rp 10.000
2. Lebih murah dibanding negara lain
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia relatif lebih sederhana dan ringan dibandingkan negara lain. Baca juga: Sah, Mulai Tahun Depan Tarif Materai Jadi Rp 10.000 Bahkan tarif bea meterai di Korea Selatan bahkan bisa mencapai antara 100.000 hingga 350.000 won.
"Itu kalau dirupiahkan sekitar Rp 130.000 sampai Rp 4,5 juta. Di kita hanya Rp 10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," kata dia.
Selain itu menurutnya, kenaikan tarif tersebut juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Singapura dan Australia. Apalagi jika dibandingkan dengan kenaikan PDB per kapita pada 20 tahun lalu.
"Seperti Singapura yang memberlakukan stamp duties, itu dari rentang satu sampai dua persen. Kalau negara lain juga menggunakan persentase rata-rata. Misalnya Australia 5,75 persen dan lain-lain," ungkapnya.
Baca juga: Kemenkeu: Tarif Meterai Rp 10.000, Jauh Lebih Rendah dari Negara Lain
3. Seperti bayar pulsa
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi menjelaskan pembayaran kewajiban pajak dokumen secara digital memiliki sistem seperti membayar pulsa.
Nantinya ada code generator yang dibuat sistem dan didistribusikan melalui sistem saluran atau channeling.
Di dalam sistem saluran tersebut nantinya dibuat sebuah akun e-wallet yang berisi total nilai meterai yang dibayar.
Hingga saat ini, ada empat sistem saluran yang sedang dikembangkan oleh DJP.
Yang pertama, pembayaran meterai elektronik atau e-meterai menggunakan semua saluran elektronik yang memuat dokumen elektronik.
"Dokumen elektronik otomatis akan ditera berdasarkan dokumen yang dibuat berdasarkan kriteria (yang telah ditentukan)," jelas Iwan.
Sistem yang lain adalah pemeteraian dokumen fisik, tetapi secara elektronik. Dengan wallet yang sama, dokumen fisik bisa dimasukkan ke sistem dan ditera meterai elektronik
"Ketiga sistem upload. Upload ke 1 portal tertentu, lalu di-print lagi sudah ada meterai elektronik," jelas Iwan.
Yang terakhir, DJP sedang mengembangkan sistem meterai tempel, tetapi bisa dicetak oleh merchant dengan sistem tertentu dan kertas tertentu. Cara pembayarannya dengan e-wallet yang sebelumnya sudah dijelaskan.
"Ini lebih efisien," jelas dia.
"Masalah penerapannya tergantung kesiapan sistem. Mungkin bertahap. Tapi, 1 Januari siap di pasaran, yang mana bentuknya kita sedang explore," ujar Iwan.
Baca juga: Ditjen Pajak: Meterai Digital seperti Bayar Pulsa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.