Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibayangi Kekhawatiran Harga CPO, ANJT Optimistis Pendapatan Masih Tumbuh di Akhir 2020

Kompas.com - 23/11/2020, 18:46 WIB
Kiki Safitri,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) masih optimistis dengan target pertumbuhan pendapatan di akhir tahun 2020, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2019.

Padahal, ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19 berpengaruh pada fluktuasi harga Curde Palm Oil (CPO), yang merupakan core bisnis perseroan.

Direktur Keuangan ANJT Lucas Kurniawan mengatakan, dengan situasi harga CPO yang sangat fluktuatif, perseroan sulit menetapkan target pendapatan di akhir tahun 2020.

Baca juga: RI Diperkirakan Rugi Rp 68,7 Triliun Akibat Penghindaran Pajak

Namun, ia optimistis pendapatan masih berpeluang tumbuh, walau tipis.

“Sulit bagi kita untuk menyampaikan target yang akan kami capai sampai tutup tahun 2020 ini. Tapi produksi CPO kami targetkan akan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019 sehingga apapbila harga terus menerus kondusif seperti sekarang, kami harapkan bisa tetap menjaga kinerja dengan mencatatkan laba atau sedikit lebih baik,” kata Lucas dalam public expose, Senin (23/11/2020).

Lucas menyatakan, dengan kondisi ekonomi yang mulai stabil, harga CPO yang membaik, serta sistem produksi yang mendukung.

Maka pendapatan ANJT yang mana didominasi 98,6 persen dari penjualan CPO diharapkan bisa sedikit lebih baik di akhir tahun 2020 dibandingkan akhir tahun lalu.

“(Kalau) tidak ada faktor x lainnya, sebagai contoh merebaknya lagi Covid-19 yang mengakibatkan negara-negara importir CPO seperti India dan China mendadak stop pembelian CPO kami harapkan untuk tahun ini bisa mencatat sedikit lebih baik untuk target produksi dibanding tahun lalu,” tambah dia.

Lucas mengatakan ada tiga faktor yang perlu dicermati pada tahun 2021.

Pertama, faktor cuaca dimana cuaca basah akan terus berpotensi terjadi sampai dengan tahun 2021.

Beberapa analis mengatakan hal tersebut akan mendukung pergerakan harga CPO yang lebih baik karena faktor cuaca Lanina disini mengakibatkan faktor cuaca kering di wilayah AS bagian selatan.

“Kondisi tersebut akan mengganggu penanaman kedelai di AS yang berkontribusi dalam produksi minyak kedelai yang merupakan pesaing minyak sawit,” ujar dia.

Baca juga: Gandeng Melly Goeslaw, IndiHome Gelar Cover Song Competition

Faktor kedua, pergerakan harga minyak bumi yang saat ini berada di kisaran 40 dollar AS sampai dengan 42 dollar AS per barel.

Jika harga CPO lebih tinggi daripada harga minyak bumi, maka pemerintah Indonesia dengan program Biodiesel harus memberikan subsidi yang lebih besar lagi yang didanai dari pungutan pajak ekspor.

“Saat ini pungutan pajak ekspor sekitar 55 dollar AS dan yang menjadi kekhawatiran adalah rumor terkait dengan wacana kenaikan pungutan pajak ekspor sampai dengan 120 dollar AS, jadi hal tersebut harus kita perhatikan,” ungkap dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com