Adapun orang yang optimistis jika berada dalam situasi/kondisi yang sama, akan berpikir sebaliknya bahwa peristiwa buruk yang terjadi hanyalah sementara dan terjadi pada suatu hal/kondisi tertentu saja.
Baca juga: 5 Tips Atur Keuangan dari Mahasiswa Jadi Karyawan
Orang yang optimistis juga meyakini bahwa ketidakberuntungan tidak disebabkan oleh dirinya, tetapi karena keadaan atau orang lain. Ketidakberuntungan dianggap sebagai tantangan dan akan berusaha keras untuk menghadapinya.
Menurut Seligman (2006), terdapat beberapa aspek dalam cara individu memandang suatu kejadian/permasalahan yang berhubungan dengan gaya penjelasan (explanatory style), yaitu:
1. Permanence
Permanence menggambarkan bagaimana individu melihat kejadian berdasarkan waktu, yaitu bersifat sementara (temporary) dan menetap (permanence).
Orang-orang yang mudah menyerah (pesimistis) percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian buruk yang menimpa mereka bersifat permanen, akan selalu terjadi dan memengaruhi sepanjang hidupnya.
Sebaliknya, orang-orang yang optimistis meyakini bahwa hal tersebut hanya bersifat sementara serta tidak memengaruhi atau menentukan jalan hidupnya.
2. Pervasif (specific vs universal)
Pervasif menggambarkan bagaimana individu melihat kejadian berdasarkan ruang. Individu yang pesimistis ketika mengalami kegagalan di satu area maka akan menyerah di area lainnya.
Adapun pada individu yang optimistis ketika mengalami hal yang sama (kegagalan di satu area) ia akan tetap melangkah dengan yakin pada area lainnya.
3. Personal
Personal menggambarkan bagaimana individu melihat kejadian berdasarkan asal masalah, apakah dari dalam dirinya (internal) atau dari luar diri (eksternal). Seorang yang pesimistis meyakini suatu kegagalan semata-matas disebabkan oleh dirinya. Adapun orang yang optimistis meyakini sebaliknya.
Seligman (2006) menyatakan bahwa optimisme bermanfaat menjadikan sesorang lebih fokus pada solusi, tidak takut mengalami kegagalan, dapat menjadi komunikator yang baik, lebih berorientasi ke masa depan, termotivasi secara positif, dapat menularkan perilaku optimistis kepada orang lain, lebih menghargai prinsip berkolaborasi dan memiliki pola pikir sukses.
Dalam bidang peningkatan kinerja individu, optimisme dapat membuat orang lebih sukses, meningkatkan kepercayaan diri, membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam segala perubahan, menggunakan waktu lebih bersemangat lebih berprestasi dalam potensinya (Segestrom, 1998).
Hilmma Hermawan SPsi
Mahasiswa S2, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara
Dr Zamralita MM, Psikolog
Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara
Dr Ir Rita Markus Idulfilastri, MPsi
Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara