Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Berangsur Pulih, Simak Prospek Saham, Obligasi, dan Kurs Rupiah

Kompas.com - 06/03/2021, 13:01 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Obligasi

Sementara untuk pasar obligasi, tekanan selama bulan Januari masih ada. Imbal hasil pemerintah tenor 10 tahun naik sebesar 5,45 persen ke level 6,21 persen. Namun di sisi lain, Pemerintah dan Bank Indonesia dinilai akan terus melakukan sinergi kebijakan makroekonomi yang akomodatif untuk mendukung pemulihan.

“Kami menilai pasar obligasi masih cukup menarik untuk level saat ini, dengan adanya ruang untuk pemangkasan suku bunga acuan, dengan rendahnya inflasi dan Rupiah yang relatif stabil menguat. Kami memperkirakan imbal hasil obligasi akan berada di kisaran 6.00-6.20 untuk kuartal pertama tahun ini,” ujat Juky.

Vasu Menon Senior Investment Strategist, OCBC Bank mengatakan, selama beberapa minggu terakhir, imbal hasil obligasi AS telah naik dan kurva imbal hasil menunjukkan antisipasi adanya peningkatan pengeluaran fiskal, seiring usulan paket bantuan stimulus Covid-19, yang diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi melalui peningkatan konsumsi, sehingga berangsur dapat mengakhiri tren suku bunga rendah.

“Menjaga durasi portfolio yang lebih rendah akan lebih bijak dilakukan dalam kondisi saat ini. Pertahankan posisi overweight pada obligasi High Yield (Non-Investment Grade),” kata Vasu.

Dengan kondisi risk on seperti saat ini, obligasi korporasi non-IG negara berkembang dinilai baik untuk disimpan, karena akan memberikan keuntungan lebih. Di samping itu, jika dibandingkan dengan obligasi korporasi non-IG milik AS dan rata- rata secara historis, valuasinya jauh lebih menarik.

Baca juga: Gedung Sarinah Akan Dilengkapi Fasilitas Trading House, Apa Itu?

Kurs Rupiah

Terkait dengan pasar uang, Juky menilia mata uang rupiah mengalami penguatan sebesar 0,15 persen terhadap dollar AS di awal tahun. Rupiah juga berhasil ditutup di bawah level Rp 14,000 per dollar AS.

“Rupiah diperkirakan masih dapat menguat, ditambah dengan prospek stimulus fiskal AS membuat berkurangnya permintaan mata uang dollar sebagai safe haven,” ungkap Juky.

Vasu mengatakan, dinamika bank sentral relatif mempengaruhi pasar mata uang. Meskipun Bank sentral masih dalam skenario ultra akomodatif, namun ada tanda-tanda beberapa bank sentral mungkin keluar (atau mengisyaratkan keluar) lebih awal daripada yang lain.

Secara keseluruhan, perkirakan arah jangka pendek dollar AS akan dipengaruhi oleh pasar ekuitas, terutama untuk pasangan mata uang yang sensitive terhadap risiko seperti dollar Australia terhadap dollar AS.

“Lebih jauh, kami masih belum mendeteksi kemajuan yang cukup pada pertumbuhan AS dan pengurangan Fed untuk membangun analisa kuat dollar AS yang koheren. Pergerakan USD saat ini merupakan hasil konsolidasi yang terbaik,” ucap Vasu.

Sementara itu, Lee mengatakan dollar AS cenderung melemah dan diperkirakan akan tetap lemah pada tahun 2021 karena investor mengurangi permintaan dollar AS sebagai safe-haven.

“Pelemahan dollar AS juga karena The Fed akan menjaga suku bunga rendah saat ini untuk mendorong inflasi kembali ke tingkat rata-rata 2 persen,” ungkap Lee.

Baca juga: Usai Serukan Benci Produk Asing, Pemerintah Umumkan Buka Impor Beras

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com