Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Ubah Tarif Pungutan Ekspor Sawit, Berikut Rinciannya

Kompas.com - 29/06/2021, 19:14 WIB
Mutia Fauzia

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menyesuaikan tarif baru pungutan ekspor produk kelapa sawit.

Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Keuangan, aturan tersebut berlaku mulai 2 Juli 2021.

"Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas," jelas Sri Mulyani seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (29/6/2021).

Baca juga: Lampaui Indonesia, Malaysia menjadi Pemasok Minyak Sawit Utama India

Besaran tarif pungutan ekspor sawit serta produk olahannya, termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO 670 dollar AS per metrik ton menjadi 750 dollar AS per metrik ton.

Apabila harga CPO di bawah atau sama dengan 750 dollar AS per metrik ton, maka tarif pungutan ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar 55 dollar AS per metrik ton.

"Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar 50 dollar AS per metrik ton, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar 20 dollar AS per metrik ton untuk produk crude, dan 16 dollar AS per metrik ton untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai 1000 dollar AS. Apabila harga CPO di atas 1000 dollar AS maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masingmasing produk,” jelas Direktur Utama BPDPKS Eddy Aburrachman dalam keterangan tertulis tersebut.

Dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.

Baca juga: Sektor Sawit Serap Tenaga Kerja dalam Jumlah Signifikan

Hal tersebut juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional.

Pembangunan industri sawit nasional tersebut antara lain meliputi perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.

Untuk diketahui kewajiban eksportir produk kelapa sawit yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara advalorem, yang saat ini mencapai 36,4 persen (maksimal) dari harga CPO.

Dengan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, kewajiban eksportir secara advolerum turun menjadi maksimal di bawah 30 persen dari harga CPO. Penurunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional.

Baca juga: Menilik Potensi IPO Sektor Sawit Sepanjang 2021

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com